KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendistribusian minyak goreng curah akan diawasi ketat. Pemerintah juga akan melakukan penataan dengan sistem online untuk memastikan ketersediaan dan harga yang terjangkau. Anggota Komisi VI DPR Amin Ak menilai, aplikasi SIMIRAH (sistem informasi minyak goreng curah) sangat baik dan bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk mengendalikan stabilitas pasokan (stok) maupun harga minyak goreng curah sesuai kebijakan HET Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Menurut Amin, yang diperlukan saat ini adalah ketegasan pemerintah untuk "memaksa" pelaku usaha, baik produsen CPO, produsen minyak goreng, distributor, dan pengecer mematuhi kebijakan pemerintah tersebut sesuai Permendag Nomor 30 tahun 2022.
“Sebagus apapun sistemnya, jika tidak dibarengi dengan law enforcement (penegakan aturan hukum), terutama jika pelaku usaha melanggar aturan, maka sistem tersebut hanya menjadi macan ompong diatas kertas,” ujar Amin kepada Kontan.co.id, Senin (6/6).
Baca Juga: Kemensos Tagih Anggaran BLT Minyak Goreng Rp 6,19 Triliun Selain itu, lanjut Amin, harus ada mekanisme double check (kontrol ganda), baik mekanisme kontrol secara digital melalui SIMIRAH maupun verifikasi dan audit data riil di lapangan, dengan melibatkan kelembagaan yang ada baik Satgas Pangan maupun BPKP. Jika terbukti pelaku usaha melanggar, maka sanksi harus ditegakkan, misalnya pencabutan izin ekspor hingga pencabutan hak guna usaha lahan sawit, maupun sanksi pidana bagi setiap pelanggaran di setiap lini distribusi hingga ke tingkat distributor dan pengecer. Amin mengatakan, aplikasi SIMIRAH merupakan implementasi skema closed loop dalam distribusi minyak goreng, sehingga memungkinkan pemerintah mengontrol secara presisi stok maupun harga minyak goreng curah. Namun, sekali lagi skema ini hanya akan efektif jika dibarengi dengan penegakan aturan secara tegas dan konsisten tanpa pandang bulu. Semua pelaku usaha wajib mengikuti mekanisme ini. Skema closed loop ini juga efektif untuk mencegah praktek mafia minyak goreng. Amin meminta pemerintah juga memperkuat peran Bulog dan BUMN Pangan sebagai alat kontrol melalui intervensi stok dan harga (melalui operasi pasar jika dibutuhkan). Pemerintah juga harus menambah jejaring distributor dan pengecer untuk menghilangkan bottle neck (kemacetan) rantai distribusi akibat praktek monopoli pihak tertentu. “Penambahan dan penguatan jejaring distribusi yang diawasi secara ketat dan diaudit secara berkala juga bermanfaat untuk menghindari mis-alokasi minyak goreng curah (minyak goreng bersubsidi) maupun penyelundupan,” jelas Amin. Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat M.E Manurung menilai, tidak perlu sampai banyak dan ribet dalam pengawasan minyak goreng sawit. Ia khawatir, hal itu malah makin repot pihak produsen dan distributor yang akibatnya berdampak lambatnya distribusi minyak goreng sawit dan juga ekspor CPO serta produk turunannya. “Pengawasan cukup satu pintu saja. Biar BPKP mengambil data dari pintu utama (Kemendag), jika ada yang dicurigai baru ditindaklanjuti,” ucap Gulat. Gulat menilai, yang perlu diperhatikan adalah percepatan ekspor dengan cara memfasilitasi eksportir agar tanki-tanki mulai berkurang di perkebunan kelapa sawit dan Refinary. Hal ini akan mendorong serapan tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit. Selanjutnya adalah mengawasi tender di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), melihat apa kendalanya, lalu mencarikan solusinya.
“Kalau tender ambillah untung sewajarnya. Jangan membanting harga CPO saat menawar karena harga CPO internasional kan bisa jadi patokan,” ujar Gulat. Gulat menilai pemantauan distribusi secara online bagus. Namun harus diperhatikan juga distributor dua (D2) dan pengecer yang tidak familiar dengan IT. “Intinya adalah jangan justru "kehatia-hatian" membuat semua menjadi lambat,” terang Gulat.
Baca Juga: Ekonom Minta Pengawasan Hulu-Hilir Kewajiban DMO Migor Diperketat Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat