Ketentuan komisi dalam premi langgar UU Asuransi



JAKARTA. Ketentuan yang mengatur biaya akuisisi alias komisi maksimal dalam beleid tarif premi dinilai melanggar Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pertentangan terlihat jelas, lantaran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/D.05/2013 menghalalkan bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance) memungut komisi.

Padahal, kata Sutisna, Direktur Keuangan Sarana Janesia Utama, perbankan dan multifinance bukanlah bagian dari pelaku industri asuransi. “Ini kantidak sesuai dengan UU Asuransi, aturan main ini berlaku hanya untuk pelaku industri asuransi,” imbuh dia, kepada KONTAN, Kamis (6/2).

Sekadar informasi, dalam SE itu disebut, perusahaan asuransi umum hanya dapat memberikan komisi pada perusahaan pialang asuransi, agen asuransi, bank, dan perusahaan pembiayaan, yang berhubungan dengan perolehan bisnis.


Selain melanggar UU Asuransi, sambung Sutisna, ketentuan yang membatasi komisi maksimal, yakni 15% untuk asuransi properti dan 25% untuk asuransi kendaraan bermotor berpotensi menggerus pendapatan industri pialang. Sayang, ia belum menghitung dengan pasti dampak kerugian dari pembatasan komisi.

Untuk gambaran saja, selama ini, pialang asuransi memungut komisi di kisaran 20% untuk asuransi properti. “Saya harus hitung ulang potensi kerugiannya. Karena, saat ini, preminya jadi naik, lalu bank dan multifinance juga boleh mengambil komisi. Artinya, kami juga bakal bersaing dengan dua industri ini,” terang Sutisna. 

Sebelumnya, Nanan Ginanjar, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) mengklaim, pihaknya terbebani dengan beleid anyar OJK tersebut. Soalnya, bukan cuma karena tidak adanya ajakan berdiskusi dan sosialisasi untuk penerapan aturan itu, tetapi juga karena diizinkannya bank dan multifinance memungut komisi.

Padahal, perbankan dan multifinance selama ini berperan sebagai tertanggung para pialang. Dengan penafsiran baru regulator, pialang asuransi khawatir, kehadirannya tidak dibutuhkan lagi oleh bank maupun multifinance. “Bisa saja mereka (bank dan multifinance) memilih menangani sendiri demi memperbesar komisi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia