Keterjangkauan biaya akses internet jadi tantangan di tengah pandemi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi masih terus terasa hingga kuartal terakhir tahun 2020 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang. Itu meningkat 1,13 juta orang dari Maret 2020 dan naik 2,76 juta dari September 2019.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2020 – September 2020, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 876,5 ribu orang, sedangkan di perdesaan naik sebesar 249,1 ribu orang. Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 7,38% menjadi 7,88 %. Sementara itu, di perdesaan naik dari 12,82% menjadi 13,2%.

Sedangkan dilihat dari wilayah, persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 20,6%. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 6,16%. Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa yakni 14,75 juta orang.


Enciety Business Consult melihat pertambahan penduduk miskin sebagai akibat dari pandemi tersebut juga menjadi cerminan adanya penurunan daya beli masyarakat. "Karena tak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan maka masyarakat akan berpengeluaran di bawah garis kemiskinan,” ujar General Manager Enciety Business Consult, Don Rozano dalam keterangan resminya, Kamis (18/11).

Baca Juga: Nokia segera meluncurkan layanan perangkat lunak berbasis cloud

Di masa pandemi ini, keterjangkauan biaya untuk mendapatkan akses internet di seluruh wilayah Indonesia menjadi tantangan untuk mengatasi persoalan rendahnya connectivity di beberapa provinsi di Indonesia. Padahal, kehadiran internet akan membuka kesempatan belajar dan menumbuhkan kreativitas pada talenta muda yang ada di seluruh penjuru negeri. 

Di tengah kondisi seperti saat ini, lanjutnya, masyarakat membutuhkan berbagai terobosan dan tidak mungkin lagi hidup as-usual. Apalagi menilik data dari BPS bahwa pada Agustus 2020, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 7,07% atau mengalami kenaikan sebesar 1,84% dari Agustus 2019  sebesar 5,23%.

BPS juga mencatat, sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja (14,28 persen) terdampak Covid-19. Ada 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran. 

“Di saat internet sudah menjadi kebutuhan, namun daya beli tidak cukup kuat untuk mendapatkan layanan internet tersebut, maka akan menjadi sebuah tantangan tersendiri baik bagi pemerintah maupun seluruh provider internet,” tambah Don Rozano.

Dia bilang, memang tidak mudah bagi provider khususnya fixed broadband untuk men-delivery-kan produk internet pada pada kecepatan rendah. Internet Service Provider (ISP) akan lebih memilih menggarap pasar atau mendorong masyarakat untuk menggunakan internet dengan paket kecepatan tinggi dengan harapan untuk lebih menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini dan juga meminimalisir komplain. 

Baca Juga: Tingkatkan konektivitas perusahaan, FiberStar jalin kerjasama dengan Cisco

Meski begitu, masih ada sebagian provider yang tetap berusaha untuk mengakomodir masyarakat dengan kemampuan terbatas yang membutuhkan internet untuk kebutuhan dasar dengan menyediakan paket di bawah 30 Mbps, salah satunya seperti IndiHome.

Dia menambahkan, kontribusi swasta untuk ikut berperan aktif mewujudkan pemerataan infrastruktur dan keterjangkauan harga internet baik di perkotaan dan pedesaan, maupun di wilayah tertinggal dan terluar Indonesia masih sangat diharapkan. Itu untuk melengkapi berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dalam mendongkrak daya beli masyarakat.

Selanjutnya: Kembangkan internet of things, XL Axiata menggandeng rumah sakit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi