KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca pemilihan umum (pemilu) 2024, ketidakpastian kondisi ekonomi Indonesia masih terus membayangi hingga kebijakan pemerintahan baru terbentuk. Senior Economist ASEAN di Bloomberg Tamara Henderson mengatakan hingga kebijakan presiden baru terbentuk, kabinetnya ditunjuk, dan prioritas anggaran yang baru diumumkan, ketidakpastian ekonomi masih akan terjadi. "Di luar janji-janji pemilu, investor akan mencermati kebijakan yang dapat memperbaiki iklim eksternal yang masih penuh tantangan, serta kebijakan fiskal dan moneter yang bijak," kata Tamara kepada Kontan.co.id, Selasa (30/1).
Tamara bilang, prospek pertumbuhan ekonomi pasca pemilu dalam jangka pendek dan panjang masih akan bergantung pada kemampuan pemerintahan selanjutnya, termasuk untuk menarik investasi asing.
Baca Juga: Bunga Global Akan Turun, Investor Asing Berpotensi Menyerbu Pasar Saham Indonesia Terdapat beberapa kebijakan yang harus diprioritaskan pemerintah.
Pertama, menerapkan reformasi omnibus law di pasar tenaga kerja dan pemotongan birokrasi bagi dunia usaha.
Kedua, melanjutkan pembangunan infrastruktur.
Ketiga, tetap melakukan hilirisasi dan integritas ke dalam industri kendaraan listrik dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan.
Keempat, meningkatkan kemajuan akses internet dan perlindungan bagi jejaring sosial. Terakhir, menjaga kebijakan fiskal dan memaksimalkan nilai rupiah yang dikeluarkan. Adapun seiring dengan iklim eksternal yang penuh tantangan, Tamara mengatakan akan ada kemungkinan yang membatasi pertumbuhan sebesar 5% pada tahun ini, bahkan jika Bank Indonesia (BI) mulai menurunkan suku bunga. "Tidak peduli siapa yang menang, iklim eksternal kemungkinan akan tetap penuh tantangan, dengan pertumbuhan yang akan melambat secara signifikan di Amerika Serikat dan China, serta Eropa yang diperkirakan stagnan tahun ini," kata Tamara. Ia mengatakan bahwa hal tersebut dapat menurunkan harga ekspor komoditas Indonesia dan melemahkan sentimen perekrutan dan investasi. Ketidakpastian pemilu Amerika Serikat pada bulan November juga merupakan hambatan lainnya, selain tingginya biaya pinjaman yang membuat investor global tetap waspada di tahun ini. "Saya memperkirakan inflasi akan tetap berada pada kisaran 2,5%-3,5% di tahun ini dan saya memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mulai menurunkan suku bunganya setelah langkah Federal Reserve, meskipun tidak secara langsung," imbuh Tamara. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menambahkan pada pemilu tahun ini perputaran uang akan jauh lebih besar. Belanja kampanye dengan anggaran pemilu di tahun 2024 ini mencapai dua kali lipat total anggaran dari pelaksanaan pemilu 2004-2019 dan ini akan berdampak positif untuk ekonomi. "Meski demikian, investor masih terdisrupsi dengan sikap bank sentral yang masih hawkish dan potensi pemangkasan suku bunga masih jauh dari perkiraan pasar," kata Oktavianus kepada Kontan.co.id, Selasa (30/1). Oktavianus bilang, pasar masih akan cenderung
wait and see dengan potensi pergerakan pasar yang saat ini masih cenderung tertekan. Bukan hanya karena sentimen pemilu saja melainkan adanya potensi pemangkasan suku bunga dan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global. "Tetapi jika dilihat secara historikal, setiap selesai pemilu, pasar akan cenderung menguat," lanjut dia.
Baca Juga: Menkeu Tegaskan Penyaluran Bansos Dilakukan dalam Konteks Pelaksanaan APBN Oktavianus berpandangan kebijakan terkait keberlanjutan pembangunan infrastruktur dan hilirisasi dapat menjadi prioritas dan berpotensi berdampak positif terhadap pasar. "Pemerataan pembangunan jelas akan meningkatkan dampak ekonomi yang besar dan peningkatan nilai jual dari bahan mentah juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi," tuturnya. Kebijakan moneter juga diprediksi akan lebih longgar setidaknya pada tengah tahun 2024 meski akan tetap berada pada level suku bunga tinggi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat