Ketidakpastian Ekonomi Masih Tinggi, Begini Kata Sucor AM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan Dana Moneter Internasional atau IMF, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh stagnan di 5% hingga 5,1% pada periode 2024-2029. Kemudian, akan tumbuh stagnan sebesar 5,1% secara tahunan pada periode 2025-2029.

Direktur Utama PT Sucorinvest Asset Management (Sucor AM), Jemmy Paul Wawointana mengatakan bahwa masyarakat perlu menyiapkan berbagai langkah strategis untuk finansial dan investasi. Ia percaya bahwa investasi jangka panjang menjadi landasan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Menurutnya, masyarakat dapat melakukan diversifikasi portofolio dengan pendekatan yang strategis.


"Bisa dimulai dengan fokus pada investasi berkelanjutan (sustainable investing) yang mengadopsi teknologi dalam pengelolaan investasi, peningkatan likuiditas, serta pengelolaan risiko yang memungkinkan siap untuk menghadapi perubahan kondisi ekonomi dengan lebih baik," tulisnya dalam keterangan resmi, Rabu (18/9).

Baca Juga: BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi di Kuartal III-2024 Cukup Baik, Ini Faktornya

Jemmy menambahkan, saat ini Sucor AM sudah berfokus pada praktik Environmental, Social dan Governance (ESG). Ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu-isu lingkungan dan sosial yang mendorong alokasi dana ke aset yang mendukung keberlanjutan, menciptakan dampak positif bagi generasi mendatang.

Beberapa produknya, seperti Sucorinvest Sustainable Equity Fund yang merupakan reksadana saham berbasis ESG dan Sucorinvest Equity Fund yang memiliki minimal 60% alokasi dari efek ekuitas pada saham-saham LQ45.

Selain reksadana saham, terdapat pula Sucorinvest Money Market Fund yang memiliki likuiditas tinggi dan memiliki dominasi alokasi pada Obligasi &/Sukuk Korporasi dengan jangka waktu di bawah 1 tahun. Lalu Sucorinvest Premium Fund yang merupakan reksadana campuran dan cenderung konservatif dengan dominasi alokasi pada instrumen pendapatan tetap sehingga volatilitas lebih rendah.

Jemmy berpandangan, dengan ketidakpastian kondisi kebijakan makro, perlambatan ekonomi China, serta eskalasi tensi geopolitik, investor bisa melakukan diversifikasi antar jenis reksadana. Misalnya untuk profil risiko agresif, 80% reksadana saham dan 20% reksadana pendapatan tetap maupun reksadana pasar uang.

Ke depannya, ia menilai masih sangat mungkin untuk melihat bahwa pemangkasan suku bunga acuan dapat dijadikan sebagai katalis positif yang mampu mendongkrak kinerja pasar saham maupun obligasi.

"IHSG masih berpotensi menguat seiring dengan 100 hari pertama pemerintahan terbaru serta window dressing pada kuartal IV 2024," tutup Jemmy.

Selanjutnya: BI Catat Penerbitan SRBI Mencapai Rp 918,42 Triliun per 17 September 2024

Menarik Dibaca: 2 Resep Kerang Hijau Saus Tiram Praktis yang Cocok Jadi Ide Jualan di Rumah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari