KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset kripto mulai bergerak menguat. Meski begitu, ketidakpastian global yang tinggi masih membayangi prospeknya. Berdasarkan
coinmarketcap, Bitcoin (BTC) berada di US$ 95.661 pada Kamis (1/5) pukul 17.13 WIB atau naik 0,81% dalam 24 jam terakhir. Sepekan terakhir juga naik 3,46%, mengakumulasi penguatan 13,56% dalam sebulan terakhir. Sejumlah aset kripto lainnya, seperti Ethereum (ETH), XRP, Solana (SOL), dan Cardano (ADA) juga mencetak penguatan sepekan terakhir. Secara berurutan, masing-masing naik 4,49%, 3,43%, 3,25%, dan 2,01%.
Baca Juga: Volatilitas Aset Kripto Tinggi, Begini Saran Upbit Indonesia CEO Triv, Gabriel Rey menyebutkan bahwa pendorong nilai aset kripto dari meredanya tensi perang dagang. Selain itu, sejumlah koin tersebut juga terdorong proses ETF. Misalnya, XRP yang digadang-gadang sebagai koin made in America. "Jadi, koin itu akan menerima prioritas untuk ETF, dan koin lainnya yang akan menerima ETF, yakni Cardano dan Solana," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (30/4). Dengan penguatan ini, Gabriel berpandangan investor belum terlambat untuk masuk. Sebab, ia memproyeksikan dengan skenario
bullish target harga BTC dikisaran US$ 120.000 - US$ 135.000. "Skenario
bullish pada Bitcoin ini sangat bergantung pada kondisi perekonomian global seperti suku bunga central bank, kekuatan indeks dollar, dan ETF
inflows," sebutnya.
Baca Juga: Aset Kripto Disebut Bisa Bantu Topang Rupiah, Ini Penjelasannya Gabriel memaparkan, selama ini pergerakan harga BTC memiliki korelasi cukup tinggi terhadap M2 World Money Supply. Kondisi perekonomian global seperti bank sentral sangat mempengaruhi nilai M2 World Money Supply ini. Jika bank sentral menurunkan suku bunga, umumnya akan berpengaruh positif terhadap kenaikan M2 Money Supply. "Saat ini M2 Money Supply mengalami
rebound kenaikan yang cukup tajam diikuti dengan
rebound yang terjadi pada Bitcoin," terangnya. Ekspektasi pemangkasan suku bunga, nantinya akan diikuti melemahnya indeks dolar. Alhasil, mendorong naik nilai aset kripto. Kemudian, Gabriel melihat ETF Inflow pada pekan ini juga terlihat terjadi kenaikan yang sangat signifikan di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi saat ini. Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi suatu tanda potensi bahwa investor mulai melihat Bitcoin sebagai
safe haven asset digital, seperti layaknya emas ditengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
Baca Juga: Bitcoin Sempat Tembus US$95.000, Ini Cara Jual-Beli Kripto yang Aman untuk Pemula Di sisi lain, juga terdapat skenario bearsih melalui dua kemungkinan. Pertama, jika terjadi pembalikan harga yang sangat kuat sehingga BTC ditutup di bawah level US$ 89.000, yang kemungkinan besar akan mendorong BTC sideways kembali di range US$ 80.000 - US$ 89.000.
Kedua, adanya skenario terjadinya double top pada Bitcoin yang menyebabkan harga dapat turun kembali ke support di harga US$ 60.000. Salah satu katalis yang dapat menyebabkan skenario
bearish ini adalah dibatalkannya rencana pemangkasan suku bunga oleh berbagai bank sentral akibat keputusan tarif AS. Katalis lainnya jika hasil negosiasi tarif ekspor-impor antar negara berakhir tidak baik sehingga menimbulkan eskalasi perang dagang. "Hal itu dapat menyebabkan ketidakpastian ekonomi dan menyebabkan banyak orang panik dan keluar dari
high-risk asset seperti Bitcoin," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News