Ketidakpastian Menggerus Nilai Saham Bakrie



JAKARTA. Harga saham PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan PT Energi Mega Persada (ENRG) langsung lunglai di hari pertama transaksi kemarin setelah lebih dari sebulan membeku. Kemarin, harga saham BNBR turun 9,66% jadi Rp 131 per saham hanya gara-gara transaksi satu lot saham. Nasib mengenaskan juga menimpa ENRG yang terpelanting 10% ke posisi Rp 315 per saham. Tak pelak, kedua saham ini langsung terkena mekanisme auto rejection.

Di pasar negosiasi, harga saham BNBR sudah lebih murah dari sebutir permen. Maklum, satu saham BNBR hanya dihargai Rp 42 per saham di pasar negosiasi. Harga saham ENRG sedikit lebih tinggi, yakni Rp 80 per saham. Antrean jual saham BNBR pada harga Rp 131 mencapai 3,89 miliar saham atau senilai total Rp 510 miliar.

Gina Novrina Nasution Analis Reliance Securities menilai, penurunan harga saham dua emiten ini bersumber dari ketidakjelasan paparan publik BNBR yang berlangsung Senin (17/11). "Sulit memprediksi sampai kapan penurunan ini," kata Gina, kemarin.


Nah, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) pun segera bertindak. Eddy Sugito, Direktur Pencatatan BEI, mengatakan BEI saat ini masih mengecek hasil paparan publik tersebut. Mereka membutuhkan waktu satu atau dua hari untuk mengecek paparan publik induk usaha Grup Bakrie tersebut.

Lima pertanyaan dari BEI

Jika BNBR masih menyembunyikan informasi, BEI akan meminta BNBR kembali menjelaskan ke publik. Seandainya masih belum cukup, otoritas bursa bakal meminta BNBR kembali melangsungkan paparan publik. "Kemungkinan kami akan meminta BNBR menjelaskan secara tertulis," katanya.

Eddy menambahkan, dari pengamatan sementara, minimal ada lima pertanyaan BEI yang belum dijelaskan BNBR dalam paparan publik dua hari lalu. Pertama, informasi tentang syarat pokok kesepakatan dengan Northstar Pacific dalam penjualan 35% saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Kedua, rencana BNBR melunasi utang US$ 1,2 miliar jika penjualan saham Bumi ke Northstar gagal. "Mereka harus menjelaskan apa yang akan dilakukan jika gagal," ujar Eddy.

Ketiga, BNBR harus memberikan kepastian kepada publik tentang harga jual saham Bumi. Otoritas bursa juga meminta BNBR mengungkapkan ada tidaknya perubahan harga penjualan saham Bumi. Sebab, saat ini harga saham Bumi terus merosot. Kemarin, harga saham Bumi anjlok 9,52% jadi Rp 950 per saham. Harga  saham Bumi juga sudah minus 54,1% dari harga kesepakatan BNBR dengan Northstar.

Keempat, BNBR harus menjelaskan detail hasil penggunaan dana penjualan saham Bumi. Kelima, perincian utang repurchase agreement (repo) yang dilakukan BNBR. Meski ada lima pertanyaan yang belum terjawab, Eddy belum bersedia menilai hasil paparan publik BNBR dua hari lalu. "Saya belum selesai mengecek," imbuhnya.

Dia pun enggan mengomentari rencana BNBR membeli saham BUMI melalui pasar untuk mengamankan kesepakatan dengan Northstar. "Yang penting saat ini BNBR mampu tidak memenuhi penjualan 35% saham BUMI," tandasnya.

Dileep Srivastava, Direktur BNBR, enggan mengomentari lima poin tersebut. "Saya belum tahu itu," katanya.

Hingga kini BNBR memang masih terbelit utang US$ 1,15 miliar dan Rp 501,7 miliar ke sembilan kreditur. Dari jumlah itu, sebesar Rp 145 miliar gagal dibayar hingga jatuh tempo bulan ini. Bahkan, utang sekitar US$ 1,14 miliar dalam status default karena saham BUMI yang jadi jaminannya sudah anjlok di bawah batas kolateral pinjaman.

Buat melunasi utang itu, BNBR berharap bisa menutup transaksi penjualan 35% saham Bumi kepada Nortshtar senilai US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 2.068 per saham. Persoalannya, BNBR kini hanya punya 7,14% saham Bumi. Sisanya, sebanyak 27,86% saham tersebar di tangan kreditur dan pemegang repo saham Bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie