Ketika Amerika Serikat Menghadapi Krisis Tunawisma Terbesar dalam Sejarah



KONTAN.CO.ID - NEW YORK - Pemandangan orang-orang yang tidur di bawah jembatan, di dalam mobil, atau di tenda-tenda yang tersebar di taman kota menjadi semakin umum di berbagai sudut Amerika Serikat. 

Sepanjang tahun 2024 Amerika Serikat mencatatkan lonjakan populasi tunawisma hingga 18,1%, angka tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 2007. Angka ini menyentuh lebih dari 770.000 orang, melambangkan krisis sosial yang kompleks dan multidimensional.  

Kenaikan ini didorong oleh banyak faktor: biaya perumahan yang meroket, berakhirnya bantuan pandemi, bencana alam, dan gelombang migrasi. Namun, statistik ini lebih dari sekadar angka; di baliknya terdapat cerita individu, keluarga, bahkan anak-anak yang kehilangan tempat tinggal. Hampir 150.000 anak-anak hidup tanpa rumah pada malam tertentu di tahun ini, mencerminkan peningkatan sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya.  


Baca Juga: Trump Mendesak MA untuk Menghentikan Sementara Penerapan UU Pelarangan TikTok

Adrianne Todman, Kepala Departemen Perumahan dan Pembangunan Perkotaan AS (HUD), menyebut bahwa tunawisma merupakan tantangan moral yang harus diatasi. “Tidak ada orang Amerika yang seharusnya menghadapi tunawisma. Pemerintahan Biden-Harris berkomitmen memastikan setiap keluarga memiliki akses ke perumahan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.  

Namun, jalan menuju solusi tidak sederhana. Lonjakan tunawisma keluarga mencapai 40%, terutama di kota-kota besar seperti Chicago, Denver, dan New York, yang menghadapi tekanan dari kedatangan migran dalam jumlah besar.  

Bencana alam seperti kebakaran hutan di Maui, yang merupakan kebakaran paling mematikan dalam lebih dari satu abad, turut menyumbang angka ini. Pada malam penghitungan, lebih dari 5.200 orang di Hawaii tinggal di tempat penampungan darurat.  

Sementara itu, kebijakan perumahan seperti *Housing First*, yang memberikan perumahan tanpa syarat kepada tunawisma, menjadi subyek perdebatan. Pendukungnya menyatakan pendekatan ini berhasil mengurangi tunawisma di kalangan veteran hingga 8% tahun ini. Namun, pihak konservatif mengkritik bahwa pendekatan ini mengabaikan perlunya penanganan masalah mendasar seperti gangguan mental dan penyalahgunaan zat.  

Baca Juga: 10 Negara Ini Memiliki Cadangan Emas Terbesar di Dunia

Meski angka tunawisma melonjak, ada secercah harapan. Kota Dallas, misalnya, berhasil menurunkan angka tunawisma sebesar 16% dalam dua tahun terakhir dengan mereformasi sistemnya. Los Angeles juga mencatat penurunan 5% dalam tunawisma tanpa tempat tinggal.  

Keberhasilan dalam menurunkan tunawisma veteran, yang telah menurun lebih dari setengahnya dalam 15 tahun terakhir, menjadi bukti bahwa investasi federal, kebijakan cerdas, dan dukungan bipartisan dapat membawa perubahan signifikan.  

Krisis tunawisma ini mencerminkan dilema yang lebih besar: ketimpangan ekonomi, kurangnya perumahan yang terjangkau, dan kesenjangan dalam kebijakan sosial. Sementara debat tentang solusi terbaik terus berlangsung, satu hal yang jelas: setiap tunawisma adalah pengingat akan kegagalan kolektif untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.  

Tonton: Kerja Sama Strategis Rusia-China Menguat, Xi Jinping Akan ke Rusia pada 2025

Dalam kata-kata Ann Oliva dari National Alliance to End Homelessness, “Krisis ini bukan hanya tentang angka; ini tentang manusia. Dengan dukungan yang tepat, kita dapat mengubah angka menjadi nol dan memberikan setiap individu tempat yang layak untuk disebut rumah.”  

Feature ini mengingatkan kita akan pentingnya empati dan aksi nyata, karena setiap langkah kecil dapat berarti dunia bagi mereka yang hidup tanpa atap di atas kepala mereka.  

Selanjutnya: Terbaru, Ini Biaya dan Limit Transfer mBanking BCA 2024

Menarik Dibaca: 4 Tanda Anda Duduk Terlalu Lama dan Akibatnya

Editor: Syamsul Azhar