Ketika permintaan naik, produksi TIRT malah tertahan



JAKARTA. PT Tirta Mahakam Resources Tbk (TIRT) memperkirakan, penjualan tahun ini tak akan jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, yang sebesar Rp 617,04 miliar.

Manajemen TIRT menjelaskan, pertumbuhan tak banyak tahun ini karena kesulitan mendapatkan pasokan kayu akibat anomali cuaca. Hujan yang terus terjadi mengakibatkan proses penebangan dan pengangkutan kayu terhambat. “Ada pasokan, tapi jumlahnya di bawah ekspektasi kita,” kata Firman G. Munthe, Senior Manager Finance & Accounting Division TIRT, Kamis (23/6).

Akibat kekurangan pasokan tersebut, produksi tahun ini diperkirakan sama seperti tahun, sebelumnya sekitar 100.000 meter kubik (m3). Sebanyak 90% berupa kayu lapis atau plywood, sedang sisanya lantai kayu.


Padahal, permintaan dari Jepang meningkat. ”Permintaan naik karena mereka melakukan perbaikan rumah-rumah,” kata Firman.

Asal tahu saja, Jepang adalah pelanggan terbesar TIRT. Sekadar gambaran, 93% produk TIRT dijual untuk ekspor. Jepang menyerap sekitar 70% produk ekspor tersebut. Sisanya dijual ke Amerika, Taiwan, India, dan Eropa.

Akibat naiknya permintaan, harga rata-rata plywood saat ini US$ 700 - US$ 800 per m³, naik dari sebelum tragedi gempa Jepang, US$ 550 m³.

Manajemen menargetkan laba rugi bisa impas tahun ini, setelah rugi sebesar Rp 9,90 miliar tahun lalu. “Kami targetkan break even point lebih sedikit," kata Firman.

Perusahaan menyiapkan belanja modal tahun ini senilai US$ 1 juta, yang merupakan pinjaman dari afiliasi, PT Long Bagun Putra. Dana tersebut digunakan untuk membebaskan lahan 500 hektare untuk ditanami kayu sengon dan jabon, material produk TIRT.

Meskipun begitu hasil penanaman baru bisa dinikmati tujuh tahun mendatang. “Kalau sukses akan kami tambah lagi lahannya,” kata Firman.

Perseroan memiliki ijin HTI seluas 41.735 hektar di Kalimantan Timur. Namun hanya sekitar 25.000 hektare saja yang akan digunakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie