Ketua Apkasindo Riau didakwa suap Annas Maamun



JAKARTA. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau Gulat Medali Emas Manurung didakwa menyuap Gubernur Riau Annas Maamun nonaktif sebesar US$ 166.100. Uang tersebut diberikan terkait pengajuan revisi usulan perubahan luas kebun kelapa sawit menjadi bukan kawasan hutan di Kabupaten Kuantan Senggigi dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Hal tersebut dikatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan Gulat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Annas Maamun selaku Gubernur Riau telah memasukkan areal kebun sawit Gulat Manurung dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare (Ha) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 Ha ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau sebagaimana permintaan Gulat Manurung," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo, Senin (15/12).


Jaksa menjelaskan, penyuapan tersebut bermula dari acara HUT Riau tanggal 9 Agustus 2014. Saat itu, Annas menerima kunjungan Zulkifli Hasan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan, memberikan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 Ha, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 Ha dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 Ha di Provinsi Riau.

Dalam pidatonya dalam acara HUT Provinsi Riau, Zulkifli kemudian memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemda Provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau keawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.

Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi tersebut, Annas memerintahkan Kepala Bappeda Riau, M Yafiz dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Irwan Effendy untuk melakukan penelaahan terkait keberadaan kawasan yang masih masuk sebagai kawasan hutan. Kawasan tersebut rencananya diusulkan direvisi menjadi bukan kawasan hutan atau Area Penggunaan Lainnya (APL).

Selanjutnya dilakukan penelaahan oleh Yafiz dan Irwan bersama-sama dengan Cecep Iskandar (Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan), Supriadi (Kepala Seksi Tata Ruang Beppeda), Ardesianto (Kepala Seksi Perpetaan Dinas Kehutanan), dan Arief Despensary (Kepala Seksi Penatagunaan Dinas Kehutanan).

Hasil telaahan tersebut dilaporkan kepada Annas. Setelah dikoreksi oleh Annas, kemudian diterbitkan Surat Gubernur Riau perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau Dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan. Surat itu kemudian dibawa ke Zulkifli Hasan.

"Terdakwa yang mengetahui adanya pengajuan revisi tersebut, menemui Annas Maamun di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan dan menjadi bukan kawasan hutan," tambah Jaksa.

Namun, berdasarkan penelahaan, ada beberapa kawasan yanh diusulkan gulat yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung. Gulat memaksa kawasan itu dimasukkan ke dalam usulan Gubernur.

Atas hal itu, Annas meminta uang kepada Gulat sebesar Rp 2,9 miliar untuk mengurus hal itu. Namun, Gulat hanya  mampu menyiapkan US$ 166,100 atau setara Rp 2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar kurang lebih US$ 125 ribu atau setara 1,5 miliar dan sisanya kurang lebih US$ 41.100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat sendiri.

Uang tersebut kemudian diserahkan Gulat mrlalui ajudan Annas bernama Triyanto di kediaman Annas di Cibubur, Jakarta Timur. Setelah uang itu diterima Annas, ia menelepon Gulat untuk menukar uang itu dengan mata uang Dollar Singapura.

Uang itu akhirnya ditukar dengan mata uang Dollar Singapura sejumlah SG$ 156.000 dan mata uang rupiah sejumlah Rp 500 juta keesokan harinya. Uang itu kembali diserahkan Annas dan disimpan di kamarnya.

Tidak lama kemudian datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan Annas lalu ditemukan uang sejumlah SG$ 156.000 dan Rp 400 juta di rumah Annas. Selain itu juga ditemukan uang sebesar Rp 60 juta dari dalam tas Gulat.

Atas perbuatan itu, Gulat didakwa melangar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sebagaimana pasal tersebut, Gulat terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa