Ketua APPBI: Pelonggaran PSBB tidak otomatis membuat mal ramai kembali



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Stefanus Ridwan mengungkapkan, pusat perbelanjaan mencatat penurunan kunjungan sejak kasus pertama Covid-19 menyeruak pada Maret 2020 lalu.

Dalam kesempatan bincang secara virtual melalui acara MarkPlus Industry Roundtable tersebut, sektor ritel terutama pusat-pusat perbelanjaan yang kental aktivitas jual beli secara offline terbilang terdampak akibat pandemi Covid-19.

Kondisi ritel offline makin terpukul dengan adanya kebijakan PSBB yang mengharuskan masyarakat tetap di rumah, sehingga pusat perbelanjaan atau mal sepi bahkan tutup.


Baca Juga: Wabah corona masih belum reda, tetap waspada dengan memperhatikan hal ini

"Sebenarnya mal sepi bukan karena PSBB. Sebelum itu pengunjung mal sudah berkurang, terutama ketika Covid-19 pertama ada di Indonesia. Masyarakat sudah waswas. Akhirnya mereka datang ke mal bukan jalan-jalan, tapi membeli kebutuhan primer seperlunya. Kebutuhan sekunder tidak dicari lagi," ungkap Stefanus Ridwan dalam acara bertajuk lengkap MarkPlus Industry Roundtable Retail Industry Perspective, Selasa (9/6).

Dia melanjutkan, pendapatan masyarakat yang menurun karena dirumahkan bahkan PHK turut membuat daya beli menurun. Kebiasaan konsumsi masyarakat ikut berubah. Barang-barang yang dicari bukan lagi pakaian, tetapi barang kesehatan seperti suplemen, masker, hingga vitamin penjaga daya tahan tubuh.

Stefanus berkata, walau saat ini PSBB sudah mulai memasuki transisi dan masyarakat sudah beraktivitas kembali, hal itu tidak serta merta membuat pusat perbelanjaan kembali ramai. Selain kondisi keuangan masyarakat belum langsung membaik, rasa was-was masih terasa. "Kalau pun ke mal, mereka diprediksi hanya seperlunya lalu secepatnya kembali ke rumah," lanjutnya.

Baca Juga: Segera buka gerai KFC, Fast Food Indonesia (FAST) enggan pasang target muluk-muluk

Dengan demikian, penting bagi pelaku bisnis ritel offline menerapkan standar kesehatan dan keamanan di pusat perbelanjaan dengan ketat. Baginya cara tersebut merupakan usaha mendapatkan kepercayaan masyarakat, mengetahui apa kebutuhan masyarakat, dan mencoba beradaptasi dengan keadaan untuk berbisnis.

Stefanus memproyeksikan, kondisi masyarakat yang masih diliputi kecemasan ini, masih akan berjalan setahun sampai satu setengah tahun. "Di China pun pertumbuhan ritel mulai dari 10%, lalu merangkak naik pelan-pelan. Kita juga pasti akan mengalami hal tersebut," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati