JAKARTA. Ketua DPR RI, Setya Novanto menuturkan rancangan APBN 2016 yang tengah digodok saat ini tidak bisa untuk segera disahkan. Hal itu menyusul adanya permintaan dari pemerintah agar pengesahan RAPBN 2016 dapat dilakukan pada 23 Oktober nanti. "Kami sudah putuskan bahwa (pengesahan RAPBN) tanggal 30 Oktober, dan itu sudah disampaikan pula kepada presiden melalui komunikasi saya langsung dengan presiden," kata Novanto dalam keterangan presnya. Menurut Novanto, batas waktu yang disetujui antara pemerintah dan DPR RI itu agar RAPBN yang dihasilkan dapat sesuai dengan optimisme pemerintah itu sendiri. Dikatakan dia, jika saat ini saja harmonisasi anggaran mitra kerja dengan komisi.
"Jadi tidak mungkin, kita sudah tunda penutupan APBN tanggal 30 Oktober, nah kita kesempatan sekali untuk DPR dan pemerintah, untuk agenda mana yang perlu diakselerasi, diharmonisasikan, agar bisa berjalan sebaik-baiknya," kata politikus Golkar itu. Sementara itu, terkait dengan kepergian Presiden Jokowi ke Amerika Serikat, Novanto mengatakan jika dari komunikasi dengan presiden akan menempatkan menteri keuangan secara intensif dalam proses pembahasan anggaran di DPR RI. "Dalam komunikasi saya dengan presiden para menteri yang berkaitan dengan menteri ekonomi, pada saat dia ke Amerika nanti akan dikonsentrasikan pada APBN. Tentu saya sangat menghargai keputusan itu. Karena saya adakan komunikasi, dengan adanya kemunduran yang awalnya tanggal 27 menjadi tanggal 30 tentu menteri terkait bisa mengikuti konsesasi dalam pembahasan," kata Novanto. Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai jika asumsi makro yang diusulkan Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 tidak realistis dan cenderung mengada-ada. Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, dalam RAPBN 2016, pemerintah masih menetapkan target penerimaan yang tinggi, di tengah lesunya ekonomi dan dunia usaha. Target penerimaan pajak dan cukai pun dinaikkan, padahal target dalam APBNP 2015 tidak bisa tercapai. "Tidak realistis, tahun ini saja tidak tercapai.
Ngawur itu," kata Enny. Adapun target pendapatan pajak dalam negeri tahun 2016 adalah sebesar Rp1.524.012,7 miliar, meningkat sebesar 5,8 % jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP tahun 2015, atau naik sebesar 14,8 % dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2015. Padahal pada saat yang sama pemerintah mengobral insentif, segala bentuk kemudahan pajak, hingga tax holiday untuk penanaman modal. "Pajak dalam negeri itu tidak sinkron dengan industri dalam negeri yang sedang butuh relaksasi, tapi ini Pemerintah malah naikkan pajaknya. Ini kan kontra produktif. Ini tentu akan sangat memberatkan pengusaha dalam negeri," kata Enny. Lebih lanjut dia menegaskan jika apa yang diusulkan oleh Pemerintah dalam RAPBN 2016 terbilang tidak berdasarkan pertimbangan yang matang dan komprehensif.
"Tidak bisa begitu, makro ekonomi itu harusnya sebagai panduan untuk stabilisasi. Harus ada pertimbangan yang komprehensif, nah itu jadi acuan. Jangan asal menetapkan. Target inflasi dan penerimaan pajak saja tidak tercapai tahun ini," katanya. Sementara itu, dari informasi yang dihimpun, pemerintah juga masih berambisi mengeruk rakyat dengan menaikkan cukai tujuh %, di tengah kelesuan industri sebagai dampak melemahnya daya beli masyarakat. Selain memberatkan dunia usaha target ini diyakini tidak tercapai. Dalam perkiraan realisasi tahun 2015, pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp145.739,9 miliar, lebih tinggi 23,4 % dari realisasinya pada tahun 2014. Sementara realisasi tahun 2015 ini tidak tercapai. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto