JAKARTA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menilai dana pensiun bagi koruptor itu sebenarnya tidak akan terjadi jika Badan Kehormatan (BK) bisa segera mengambil keputusan pelanggaran kode etik yang ada. Ia melihat kunci pembatasan dana pensiun bagi koruptor ada pada kinerja BK. “Ada solusi seharusnya yang ditempuh, yaitu BK melakukan penyidikan, kalau terbukti melanggar kode etik, maka itu sudah menjadi dasar untuk memberhentikan dengan tidak hormat,” ujar Marzuki saat dihubungi Rabu (7/11/2013) malam. Menurutnya, dana pensiun bagi koruptor hanyalah kesalahan mekanisme. Para koruptor itu mengundurkan diri setelah mendapat tekanan publik, padahal kasusnya masih berjalan dan belum inkracht (berkekuatan hukum tetap). Karena mundur saat kasusnya belum inkracht, status pengunduran dirinya adalah terhormat. Dengan begitu, yang bersangkutan tetap memperoleh dana pensiun. "Sebetulnya kalau pemberhentian mereka itu atas dasar keputusan pengadilan yang sudah inkracht, maka mereka diberhentikan tidak dengan hormat dan tidak mendapat pensiun,” ucap Marzuki. Ia tidak setuju jika aturannya diubah. Pasalnya, seseorang yang mengundurkan diri dalam status hukum yang belum berkekuatan hukum tetap tidak bisa divonis bersalah dan hak dana pensiunnya dicabut. “Jadi, kuncinya di BK saja,” imbuh politisi Partai Demokrat itu. Dana pensiun Seperti diberitakan, sejumlah anggota DPR yang dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi ternyata masih mendapatkan dana pensiun (baca: Penikmat Dana Pensiun DPR dari Koruptor sampai Pembolos). Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Menurut aturan tersebut, dana pensiun tidak dapat diberikan kepada anggota DPR yang diberhentikan dengan tidak hormat. Celahnya, meski sejumlah orang tersebut tersangkut kasus hukum, mereka mengundurkan diri saat status hukumnya belum inkracht. Sehingga, pengunduran diri mereka tetap dalam status terhormat dan tetap mendapat dana pensiun. (Sabrina Asril/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ketua DPR: Soal dana pensiun kuncinya di BK DPR
JAKARTA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menilai dana pensiun bagi koruptor itu sebenarnya tidak akan terjadi jika Badan Kehormatan (BK) bisa segera mengambil keputusan pelanggaran kode etik yang ada. Ia melihat kunci pembatasan dana pensiun bagi koruptor ada pada kinerja BK. “Ada solusi seharusnya yang ditempuh, yaitu BK melakukan penyidikan, kalau terbukti melanggar kode etik, maka itu sudah menjadi dasar untuk memberhentikan dengan tidak hormat,” ujar Marzuki saat dihubungi Rabu (7/11/2013) malam. Menurutnya, dana pensiun bagi koruptor hanyalah kesalahan mekanisme. Para koruptor itu mengundurkan diri setelah mendapat tekanan publik, padahal kasusnya masih berjalan dan belum inkracht (berkekuatan hukum tetap). Karena mundur saat kasusnya belum inkracht, status pengunduran dirinya adalah terhormat. Dengan begitu, yang bersangkutan tetap memperoleh dana pensiun. "Sebetulnya kalau pemberhentian mereka itu atas dasar keputusan pengadilan yang sudah inkracht, maka mereka diberhentikan tidak dengan hormat dan tidak mendapat pensiun,” ucap Marzuki. Ia tidak setuju jika aturannya diubah. Pasalnya, seseorang yang mengundurkan diri dalam status hukum yang belum berkekuatan hukum tetap tidak bisa divonis bersalah dan hak dana pensiunnya dicabut. “Jadi, kuncinya di BK saja,” imbuh politisi Partai Demokrat itu. Dana pensiun Seperti diberitakan, sejumlah anggota DPR yang dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi ternyata masih mendapatkan dana pensiun (baca: Penikmat Dana Pensiun DPR dari Koruptor sampai Pembolos). Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Menurut aturan tersebut, dana pensiun tidak dapat diberikan kepada anggota DPR yang diberhentikan dengan tidak hormat. Celahnya, meski sejumlah orang tersebut tersangkut kasus hukum, mereka mengundurkan diri saat status hukumnya belum inkracht. Sehingga, pengunduran diri mereka tetap dalam status terhormat dan tetap mendapat dana pensiun. (Sabrina Asril/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News