Ketua Harian Aftech: Fintech nakal, jangan cuma diblokir, seharusnya dipidana



KONTAN.CO.ID - OJK tidak tinggal diam melihat platform pinjaman online yang beroperasi secara ilegal. OJK, dengan bantuan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) sudah memblokir situs-situs yang menawarkan pinjaman daring ilegal.

Tapi, konsumen yang jadi korban penagihan dengan cara-cara tidak beradab terlanjur berjatuhan. Padahal, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sudah memiliki tata cara penagihan yang memperlakukan konsumen dengan layak.

Lalu, kenapa hal-hal buruk masih terjadi? Ketua Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Kuseryansyah menguraikannya pada wartawan Tabloid KONTAN Ragil Nugroho, Rabu (14/11). Berikut nukilannya:


KONTAN: Kenapa bisnis pinjaman online bisa tumbuh subur di Indonesia? KUSERYANSYAH: Semangat P2P lending untuk mengakomodir orang-orang yang unbanked. Mereka adalah orang-orang yang menurut bank tidak layak namun bisnisnya feasible.

Prinsipnya kami menambah, bukan mengambil ceruk pasar. Apalagi menurut data Bank Dunia terbaru, gap pendanaan kredit di Indonesia yang tidak bisa didanai bank pada 2017 mencapai Rp 1.000 triliun. Angka ini tiap tahun segitu. Artinya, dengan bunga bank 7% hingga 10%, potensi ini belum tergarap.

Di sini lah peran dari P2P lending. Bayangkan, hingga akhir 2018 nanti, P2P lending diperkirakan menyalurkan pinjaman total mencapai Rp 20 triliun, yang diakumulasi sejak Desember 2016. Sampai akhir 2017 lalu baru Rp 3 triliun. Ini berarti, selama 2018 ada penambahan Rp 17 triliun.

Mengapa bisa begitu tinggi pertumbuhannya? Pertama, pasarnya besar. Kedua, customer experience. Filosofi pertumbuhan fintech di Indonesia berbeda dengan negara lain. Kalau di negara lain, pendorongnya lebih karena user experience. Layanan pengajuan pinjaman ke bank kan relatif lama, sedangkan lewat fintech sederhana dan cepat.

KONTAN: Padahal bunganya tinggi, kok, tetap bisa berkembang sangat pesat? KUSERYANSYAH: Fintech, kan ada beberapa model bisnis. Ada yang pinjaman konsumtif, ada juga yang produktif. Saat ini, jumlah pinjaman produktif sebenarnya lebih besar.

Sedang yang konsumtif dibagi dua, pertama, pay day loan dengan tenor 14 hari maksimum 28 hari. Kedua, sistem pay later. Misalnya, di platform pemesanan tiket pesawat dan hotel Traveloka ada fitur pay later.

Justru yang ramai sekarang pay day loan. Pasar di Indonesia mengalami pengalaman baru yang dulu tidak pernah ada. Dulu, pinjam kan ke bank atau ke inang-inang (rentenir). Sekarang, ada platform online yang tumbuh subur di negara kita karena memang ada kebutuhan di masyarakat.

Makanya, jangan terburu-buru mengkritik pay day loan, karena sewaktu-waktu kita butuh dan kehadiran mereka bisa membantu. Contohnya, ada kebutuhan mudik lantaran ada musibah.

Kebutuhan dana mendesak, sedangkan uang tidak ada dan belum gajian. Kehadiran platform ini jadi solusi karena cepat dan tidak merepotkan orang lain. Bisa masuk aplikasi hari ini, maka sore pun bisa cair. Jadi lihat manfaatnya.

KONTAN: Masalahnya, pertumbuhan yang pesat itu dibarengi banyak kasus penagihan yang tidak patut. Kenapa bisa sampai terjadi?  

KUSERYANSYAH: Dari asosiasi jelas mengecam apa yang terjadi baru-baru ini, ada kasus konsumen diperlakukan tidak layak. Kami jelas tidak setuju. Setelah kami riset, ternyata kebanyakan memang platform P2P yang tidak terdaftar alias ilegal.

Tapi, masyarakat tidak begitu paham, mana yang teregistrasi, mana yang tidak.

Kami juga sudah mendapatkan informasi dari OJK. Dari belasan ribu pengaduan, yang terkait fintech ada 300-an. Itu belum divalidasi, apakah betul fintech atau lainnya.

Ini baru data sementara. Jelas, kami tidak melihat jumlah aduannya. Bagi kami, ini ada masalah, harus dikelola, diselesaikan. Jangan sampai imaji negatif mengaburkan arti besar dan peranan fintech selama ini.

Sebagai contoh, jumlah peminjam tembus 1,5 juta orang. Tetapi kembali lagi, kami mengecam cara-cara negatif yang sempat terjadi. Sudah tidak musim lah cara-cara begitu.

Nah, kami harapkan dari anggota, jika masalah itu ada pada karyawan, maka platform harus menunjukkan bahwa mereka sudah menghukum karyawan itu.

Platform juga harus membuka komunikasi dengan konsumen yang menjadi korban. Bisa jadi, awalnya bad story malah jadi good story.

Lantas, kita juga harus pahami bahwa jasa fintech ini baru tahapan awal dan sudah berdampak banyak. Saat ini, sudah ada 150 platform lagi yang sedang antre proses registrasi ke OJK.

Kalau ternyata 75% saja yang disetujui, maka akan ada tambahan 100 platform P2P yang hadir di pasar. Artinya, masalah di lapangan terkait pengalaman konsumen pasti bakal tetap ada, tinggal bagaimana meminimalisirnya.

Di asosiasi juga sudah ada standard operating prosedure (SOP) bagaimana tata kelola bisnis P2P lending. Ada 28 poin yang salah satunya tentang perlindungan konsumen.

KONTAN: Kalau ada yang melanggar SOP tentang perlindungan konsumen? KUSERYANSYAH: Kalau memang anggota kami yang melakukan, maka akan ditindak secara bertahap. Diawali dengan peringatan terlebih dahulu, kalau memang masih terjadi bisa kami keluarkan. Namun, sampai saat ini belum ada terdeteksi dari anggota kami.

KONTAN: Untuk pinjaman yang macet, apakah ada tata cara penagihannya? KUSERYANSYAH: Jelas, itu kami atur. Intinya, penagihan bisa menggunakan saluran-saluran yang dikonfirmasi oleh konsumen. Contoh, ditanya ada enggak kontak darurat untuk verifikasi. Tapi, kalau penggunaan data phonebook (kontak yang tersimpan di ponsel) konsumen, jelas melanggar.

KONTAN: Memang, kalau ada konsumen yang meminjam, salah satu syaratnya harus menyerahkan data phonebook di ponsel, ya?

KUSERYANSYAH: Ya, tidak juga. Di awal perjanjian, kan, ada kesepakatan. Kalau konsumen tidak berkenan, ya, tidak bisa. Mereka hanya terkait akses data. Itu juga atas persetujuan konsumen. Namun, kalau sampai penyalahgunaan data, jelas melanggar hukum.

KONTAN: Bagaimana tahapan penagihan kredit macet? KUSERYANSYAH: Pertama-tama, kami hubungi konsumen. Kalau masih belum membayar, kami hubungi lagi tapi dengan intensitas yang tinggi.

Setelah itu, baru ditagih dan didatangi. Namun, penagihan dengan cara-cara yang beradab, tidak seperti yang terjadi belakangan ini, yakni cara-cara yang siapapun tidak ada yang setuju.

KONTAN: OJK sudah bertindak dengan meminta Kemkominfo memblokir situs pinjaman online ilegal. Ada dampaknya ke yang legal?  

KUSERYANSYAH: Jelas kami setuju dengan pemblokiran itu. Terakhir, data yang sampai ke kami sudah ada 400-an yang diblokir. Seharusnya ditindak lebih tegas lagi, dengan diproses pidana.

Soalnya, bisa saja nanti muncul lagi. Isunya adalah, OJK sudah punya aturan. Artinya, kalau mereka sudah memiliki persyaratan dan punya inovasi, ya, jangan ragu-ragu mendaftar di OJK.

OJK menargetkan, jika sampai 15 Desember nanti belum juga terdaftar, maka platform itu akan ditutup. Kami juga terbuka untuk membantu agar bisa terdaftar di OJK.

Meski begitu, sejauh ini pemblokiran tidak berdampak ke platform yang sudah terdaftar. Justru ini semakin membuktikan, mana yang resmi dan mana yang tidak.

Bahkan, kami coba kontak Google terkait situs yang sudah diblokir OJK. Situs-situs ini harusnya sudah tidak bisa beroperasi lagi. Namun, kami masih proses sampai sekarang, komunikasinya masih terjadi dengan Google.

Semestinya, yang sudah teregister saja yang boleh. Kalau P2P lending mau mendaftar aplikasi di Play Store dan belum punya izin, seharusnya Google tidak membolehkan.

KONTAN: LBH Jakarta membuka Posko Pengaduan Korban Pinjaman Online. Pendapat Asosiasi? KUSERYANSYAH: Justru, ketika ada pengalaman yang tidak baik di lapangan, ya, harus kita selesaikan. Terakhir, teman-teman LBH Jakarta membantu pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Kami juga akan lebih intens komunikasi dengan temen-temen di ranah hukum. Setiap ada kasus, mari ketemu dan duduk bareng. Harapannya, P2P lending memiliki pengalaman dan kasus tidak berulang.

Ketika ada oknum karyawan yang melakukan ini, kami pastikan mereka tidak akan bisa bekerja di mana pun.

Cuma, perlu dicatat juga, yang juga perlu dilindungi adalah lender, pemberi pinjaman ke P2P. Mereka juga harus dipastikan dilindungi haknya. Ini yang sedang kami bahas ke depan. Selama ini kami masih mengandalkan asuransi.

KONTAN: Kasus yang belakangan terjadi membuat minat peminjam turun? KUSERYANSYAH: Sampai sekarang, sih, minat peminjam belum turun, tetap tinggi.

KONTAN: Tapi, akan tetap mematok bunga tinggi? KUSERYANSYAH: Di Indonesia, pasarnya masih berkembang, konsumen lebih banyak dibanding platform. Akibatnya, mekanisme pasar yang berlaku. Berbeda ketika nanti pasar sudah mature, dewasa, jumlah platform banyak dan konsumen tetap, maka platform akan bersaing menurunkan bunga.

Apalagi, orang kita baru sensitif dengan kemampuan bayar, bukan besaran bunga. Kalau dihitung masih bisa ditutup dengan kemampuan, ya, it’s ok.

Regulator cuma kasih acuan dan tidak bisa dipaksakan, maksimal bunga 28% rata-rata. Ini untuk menghindari predatory loan yang malah membuat orang susah makin susah karena bunga sangat tinggi.

Contoh, pinjam Rp 1 juta, bunganya bisa Rp 10 juta. Kami kan functional loan, ada tujuan jelas dari dana tersebut. Kami batasi dengan bentuk komitmen.                   

◆ Biodata

Riwayat pendidikan: ■     Sarjana Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Bandung ■     Master of Management dari IPMI Business School, Jakarta ■     Master of Business Administration dari IPMI Business School, Jakarta

Riwayat pekerjaan: ■     Branch Manager Samarinda PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     Branch Manager Palembang PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     Area Marketing Manager PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     Area Manager Sumbagsel PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     Area Manager Sumbagutl PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     Area Manager Jawa Tengah PT Federal International Finance (FIF) Tbk ■     GM Business Development PT WOM Finance Tbk ■     GM Sales/Marketing PT WOM Finance Tbk ■     Assosiate Partner PT Jembatan Rukun Makmur ■     Komisaris PT Syaka Putra Transindo, GMSA Group ■     Direktur PT Kembang Delapan Delapan Multifinance     ■     Komisaris PT Syarfi Teknologi Finansial ■     Ketua Harian Aftech.                                                                                            

** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di rubrik Dialog Tabloid KONTAN edisi 19 November - 25 November 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Jangan Cuma Diblokir, Seharusnya Dipidana"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga