Ketua Komisi V DPR sebut proyek infrastruktur jadi pencitraan Jokowi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komisi V DPR RI Fahri Djemi Francis mengkritik kebijakan pemerintah yang sedang melakukan pembangunan infrastruktur yang digencar-gencarkan selama 3,5 tahun ini.

Bahkan tak tanggung-tanggung Fahri bilang, pembangunan infrastruktur itu justru menjadi alat pencitraan Presiden Joko Widodo.

"Kenapa pencitraan, karena kalau kita lihat target-target pembangunan infrastruktur harus diselesaikan pada 2018 -2019, itu untuk apa? Padahal di media banyak diberitakan kecelakaan konstruksi," ungkapnya saat menghadiri dalam forum diskusi HIPMI di Hotel Gran Melia, Jakarta, Jumat (11/5).


Tak hanya itu, politisi partai Gerindra ini juga memblejeti anggaran yang ada di kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia menilai anggaran yang 2015-2018 selalu naik secara signifikan.

Dalam penyusunan APBN di 2015 itu perencanaan yg diusung sekitar Rp 114,8 triliun yang disetujui hanya Rp 110,8 triliun. Begitu juga di 2016 yang diusulkan Rp 169 triliun tapi yang disetujui hanya Rp 98,1 triliun. Kemudian di 2017 yang diusulkan Rp 209,1 triliun dan yang disetujui Rp 103,1 triliun.

Pun di 2018 anggaran yang diusulkan Rp 201 triliun tapi yang disetujui hanya Rp 106,02 triliun. Apalagi  dikatakan Fahri, sebagian besar dana yang dianggarkan tersebut dialokasikan kepada para perusahaan milik negara (BUMN). Pasalnya, pembangunan infrastruktur yang bernilai besar masih mayoritas dikejarkan oleh BUMN karya.

Sehingga ia kembali menegaskan, pembangunan infrastruktur yang kedua ditujukan untuk para BUMN. "Kita katakan program strategis dikuasai BUMN. Pengusaha daerah mengeluh, sub contractor dikasih juga tapi pembayarannya lama. Jadi, keuntungan besar dirasakan BUMN," tutur dia.

Begitu juga ia menyoroti, banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi. "Banyak roboh padahal sudah dimoratorium. Setelah di moratorium eh ada lagi kejadian di Bitung lalu moratorium untuk apa?," tegas Fahri.

Ia juga menyampaikan, baru yang ketiga pembangunan baru ditujukan untuk rakyat. Walaupun, ia menilai hal tersebut masih-masih dipertanyakan. "Fakta dan data pembangunan pertumbuhan ekonomi tidak naik-naik selama tiga tahun berturut-turut. Jadi manfaat ekonominya seperti apa?," tutup Fahri.

Hal serupa juga dikatakan Andi Iwan Atas, Ketua Bidang Infrastruktur BPP HIPMI yang mengatakan, ketidakadilan terhadap pengusaha muda di Indonesia dalam hal konstruksi.

Bahkan ia menyampaikan, banyak pengusaha muda konstruksi ini bangkrut karena tidak diberi kesempatan. Padahal sudah ada peraturan yang mengatakan nilai proyek di bawah Rp 100 miliar harus diberikan kepada perusahaan selain BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto