Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada yang tidak beres dari tren suku bunga kredit bank yang tinggi saat ini. Wasit persaingan usaha ini menemukan data bahwa pembentukan suku bunga kredit perbankan nasional tidak sehat. Walau demikian, Ketua KPPU Nawir Messi menegaskan, hasil penelitian awal itu memang belum bisa menyimpulkan apakah bunga kredit tinggi merupakan bentuk praktik oligopoli atau kartel. Yang jelas, KPPU yakin bunga kredit saat ini sudah kelewat tinggi. Nawir melihat masalah pembentukan suku bunga kredit ini disebabkan oleh kebijakan BI dalam menetapkan BI rate yang terlalu tinggi. Selain itu perilaku bank yang ogah bersaing secara sehat juga membentuk besaran bunga saat ini. Seharusnya saat ini bank-bank harus saling berkompetisi untuk menurunkan bunga kredit, bukan hanya bergantung pada bunga yang dibentuk oleh market leader.
Untuk mengetahui lebih dalam penyelidikan KPPU ini, jurnalis KONTAN Lamgiat Siringoringo mewawancarai Nawir Messi di kantornya, Kamis (17/3) pekan lalu. Berikut nukilannya.KONTAN: Bagaimana ceritanya KPPU bisa mencurigai ada yang tidak wajar dari suku bunga kredit ini?NAWIR: Biro kajian di KPPU menyodorkan kepada saya data perbankan yang di-back up oleh data dari Bank Indonesia (BI). Saya melihat, dari sejumlah indikator ternyata bank-bank itu sangat tidak efisien. Ini tercermin dari net interest margin yang sangat tinggi, lebih dari 6%. Bandingkan dengan negara-negara lain: Vietnam hanya sekitar 3%, Korea Selatan 2,3%, dan Malaysia 5%. Kita terlampau tinggi. Ini, kan, indikasi yang sangat kuat bahwa sistem perbankan sangat tidak efisien. Kalau sistem tak efisien pasti ada masalah, dong? KONTAN: Apa saja sasaran penyelidikan KPPU perihal bunga kredit bank ini?NAWIR: Dari sisi KPPU, ini bisa terjadi karena tiga hal. Pertama, persoalan kebijakan. Bisa jadi kebijakan-kebijakan negara yang berkaitan dengan perbankan mendorong situasi seperti itu, sehingga bank-bank tidak bisa bekerja pada suku bunga bank yang rendah. Kedua, struktur perbankan yang oligopolistik menyebabkan sektor ini memiliki market leader. Yang terjadi kemudian, arah gerak market leader akan diikuti bank-bank besar yang lain. Karena itu, Anda bisa melihat, praktis hampir semua arah suku bunga sama. Ketiga, bisa jadi memang ada koordinasi antarbank. Kalau ini yang terjadi namanya kartel.KONTAN: Sudah sampai di mana proses penyelidikan KPPU ini?NAWIR: Saya belum menyimpulkan ada oligopoli dan kartel. Kami baru membentuk tim tersebut tiga minggu lalu. Baru sampai di situ. Yang pasti, hasil sementara, ada inefisiensi yang mendorong KPPU membentuk tim untuk mempelajari hal ini. Sampai di sini KPPU belum berani menyimpulkan. Tapi, kalau teman-teman media mem-blow up, itu hak media.KONTAN: Kebijakan BI seperti apa yang menyebabkan bunga kredit tidak turun?NAWIR: Dari segi kebijakan ada persoalan lain. Misalnya, saya seorang bankir, kalau saya tarik duit dari masyarakat, pilihan saya adalah menyalurkan melalui mekanisme kredit atau instrumen lain, misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tingkat bunga SBI sebesar 6,75%, bahkan sampai 7%. Itu berarti bank bisa menempatkan duit dengan bunga besar tanpa risiko dan tanpa ada biaya. Jadi, mengapa saya mesti mengambil risiko dengan menyalurkan dana dalam bentuk kredit dengan risiko duit itu tidak balik?Ini menunjukkan SBI jadi persoalan. Ini yang menyebabkan tingkat suku bunga bank seperti sekarang. Bunga SBI bertengger di tempat tinggi.KONTAN: Selama ini BI rate menjadi bunga acuan. Nah, pembentukan BI rate sendiri, kan, melihat inflasi? NAWIR: Betul. Tapi kalau kita bicara inflasi, core inflation saat ini 4,1%–4,2%. Sekarang BI rate 6,75%. Selisihnya terlalu tinggi. Kalau BI rate yang dipakai untuk mengendalikan inflasi itu terlalu tinggi, tidak mungkin tingkat bunga kredit bank di bawah BI rate. Itu namanya membuang-buang keuntungan. KONTAN: Kalau begitu, persaingan antarbank juga tidak sehat, dong?NAWIR: Kondisinya, bank yang tak punya peranan besar dalam pasar hanya punya share 10%–20%. Buat apa ikut
fight? Tinggal ikuti bunga bank lain agar
survive. Itu sebabnya tidak ada persaingan. Solusi simpel yang sangat pragmatis. Ini mirip-mirip industri semen. Kalau pemerintah punya keinginan menurunkan harga semen, caranya sangat sederhana. Suruh saja Semen Gresik menurunkan harga, semua akan ikut. Sama dengan perbankan, kalau pemerintah ingin bunga rendah, suruh Bank Mandiri menurunkan bunga, bank lain akan ikut. Nah, menurut saya, pasar yang sangat oligopolistik mendorong terciptanya market leader. Jadi ini persoalan sebagai akibat kombinasi antara kebijakan BI dan perilaku bank.
Selengkapnya, baca di tabloid KONTAN edisi 21-27 Maret 2011 yang terbit pekan ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Edy Can