KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan investasi internasional yang berbasis di Qatar berencana melakukan investasi industri smelter nikel di Indonesia. Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo menyambut hangat rencana investasi ini. Adapun, perusahaan yang dimaksud adalah JTA International Holding. Perusahaan Qatar tersebut bergerak dalam pembiayaan untuk proyek dan konsultasi pengembangan bisnis, yang ingin berinvestasi dalam hilirisasi mineral di Indonesia. Khususnya, hilirisasi nikel.
Rencana investasi ini juga sekaligus sebagai dukungan terhadap langkah pemerintah Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Data US Geological Survey memproyeksikan cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta metrik ton, sekitar 40% nikel dunia ada di Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai pemain utama nikel dunia, disusul oleh Australia dengan cadangan nikel yang mencapai 19 juta metrik ton," ungkap Bambang dikutip dari laman resmi MPR RI, Rabu (20/4).
Baca Juga: Produksi Nikel Turun 9% di Kuartal Pertama, Vale (INCO) Yakin Target Tetap Tercapai Bambang melanjutkan, merujuk US Geological Survey, pada tahun 2021, Indonesia menempati peringkat pertama negara produsen nikel terbesar dunia. Indonesia memproduksi 1 juta metrik ton nikel atau sekitar 37% dari total produksi nikel dunia yang berkisar di angka 2,7 juta metrik ton. Di peringkat kedua ditempati Filipina dengan produksi nikel mencapai 370.000, disusul Rusia dengan 250.000. Bambang menjelaskan, selain berkantor pusat di Qatar, JTA International Holding juga mengelola sekitar 32 kantor lokal yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Inggris, Jepang, Australia, Afrika Selatan, Finlandia, Nigeria, Kanada, Jerman, Luksemburg, Aljazair, Spanyol, Yunani, Belanda, Swiss, Malaysia, Rusia, Oman, Italia, Bulgaria, Norwegia, Singapura, Maladewa, Turki, Denmark, Amerika Serikat, Irak, Uzbekistan, Kirgistan dan Indonesia. Sekaligus mengelola berbagai bisnis internasional melalui 22 anak perusahaan yang berada di Doha, Qatar dan London, Inggris. "Selain di sektor mineral, JTA International Holding juga berencana berinvestasi di berbagai sektor lainnya di Indonesia. Seperti rumah sakit, infrastruktur, hingga properti. Menunjukan bahwa posisi Indonesia di mata para investor Indonesia sangat kuat," jelas Bamsoet. Bambang menambahkan, khusus untuk nikel, permintaan nikel dari industri kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh sebesar 28% CAGR sepanjang 2020-2030 menjadi 1,3 juta ton. Indonesia ditargetkan akan menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan fokus di hilir, menargetkan 300.000 mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030. Menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor.
Baca Juga: Harga Komoditas Kerek Ekspor ke Rekor Tertinggi Menurutnya, sebagai salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kendaraan listrik, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Selain itu, Indonesia juga sudah mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah holding yang dibentuk oleh empat BUMN, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) PT Pertamina, dan PT PLN. Kehadiran IBC disebut untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air. "Keterlibatan JTA International Holding dalam berbagai investasinya di sektor Nikel, diharapkan bisa mendukung industri nikel Indonesia yang kuat, lengkap dengan smelter operasional dan infrastruktur pemrosesan, serta kemitraan internasional," pungkas Bamsoet. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari