Ketua OJK: Ada 4 kunci pengembangan industri keuangan syariah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan empat kunci pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Apa saja?

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan, pertama, dengan membangun sinergi dan integrasi ekonomi sekalligus keuangan syariah melalui ekosistem ekonomi syariah yang lengkap.

Kata Wimboh, sinergi perlu dilakukan baik dari sektor riil, keuangan komersial, dan keuangan sosial sehingga ketiganya dapat tumbuh bersama-sama.


Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pelaku Industri halal termasuk makanan, fashion, kosmetik, kesehatan, pariwisata, media dan marketplace halal. Selanjutnya bantuan sosial seperti zakah, infaq, sadaqah dan waqaf.

Kemudian organisasi masyarakat berbasis agama yakni pesantren, lembaga swadaya masyarakat dan masjid. Selanjutnya institusi atau asosiasi seperti pemerintah, Bank Indonesia maupun Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Baca Juga: OJK catat aset penjaminan syariah tumbuh 36,82% per Juli 2020

Kedua, penguatan kapasitas industri keuangan syariah. Sebab, jumlah industri syariah banyak dengan produk bervariasi namun belum memiliki lembaga keuangan syariah yang besar.

"Di industri perbankan misalnya. Kita belum memiliki bank syariah yang besar di Buku IV, apalagi di industri keuangan non-bank. Lalu bagaimana kita berharap mereka memiliki daya saing dan kapasitas yang besar untuk berperan dalam agenda pembangunan nasional," kata Wimboh dalam keterangan resmi, Jumat (21/9).

Untuk saat ini, mereka lebih memikirkan bagaimana bertahan hidup dibandingkan berpikir untuk mengembangkan daya saing produk dan layananya. OJK  berupaya untuk meningkatkan skala ekonomi industri keuangan syariah melalui peningkatan nominal modal minimum maupun akselerasi konsolidasi.

Fokus ketiga, bagaimana membangun permintaan terhadap produk keuangan syariah. Dalam kondisi tersebut, sulit untuk membangun lebih cepat keuangan syariah nasional, jika permintaan tidak diciptakan.

Meskipun Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia, namun tingkat literasi masyarakat masih rendah, yakni 8,11% dan tangkat inklusi keuangan syariah kita juga masih 9,10% atau sangat rendah dibandingkan konvensional.

Untuk itu, program peningkatan literasi dan perluasan akses keuangan syariah harus semakin diintensifkan melalui sosialisasi dan edukasi yang masif. Diharapkan masyarakat akan lebih mengenal dan punya keinginan menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.

Keempat, melalui adaptasi digital yang lebih masif dalam ekonomi dan keuangan syariah. Pandemi telah mempercepat proses digitalisasi di  ekosistem ekonomi syariah dalam rangka memenuhi tuntutan keuangan berbasis digital sesuai kebutuhan masyarakat.

"Teknologi juga bisa kita manfaatkan untuk membuka akses keuangan ke daerah- daerah yang belum terjangkau. Saat ini kita sudah mulai melakukan digitalisasi lembaga keuangan mikro," terang Wimboh.

Digitalisasi ini tidak hanya di sisi akses keuangannya saja tapi dari hulu ke hilir sampai dengan digitalisasi proses bisnis UMKM nya hingga pemasaran melalui e-commerce. Berbagai arah pengembangan ini perlu didukung dan dibekali dengan kajian dan penelitian yang kredibel.

Selanjutnya: Hingga Juli 2020, aset keuangan syariah tembus Rp 1.639,08 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat