JAKARTA. Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, mengaku ditanya oleh penyidik mengenai aliran dana proyek KTP-ellektronik (KTP-el) Selasa (11/7) ini, sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. "Dipertanyakan sekitar proses pembahasan anggaran kemudian berikutnya juga ditanyakan terhadap aliran dana," kata Agun usai pemeriksaan di Gedung KPK. Ia pun mengaku diperlihatkan sepucuk surat yang bisa menjadi alat bukti dalam kasus ini, namun ia mengaku tak tahu soal asal muasal surat tersebut. "Dipertanyakan ada surat, apakah Anda mengetahui? Ya saya tidak tahu karena waktu surat itu saya masih di Komisi III," kata dia.
Ia lantas mengakui anggaran proyek KTP-el memang sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum periode 2009-2014. Sementara dia berdalih baru masuk di Komisi II pada Oktober 2009, lantas ditunjuk menjadi anggota Komisi II dan anggota badan anggaran pada 2009-2011. Oleh karena itu ia mengaku tidak terlibat dalam pembahasan anggaran lantaran bukan menjadi pimpinan. Ia pun beralasan, ketika di Badan Anggaran, ia masuk di Panitia Kerja (Panja) daerah. Sementara proyek KTP-el dibahas oleh Panja Pusat. Selain itu, ia mengaku tahu soal adanya tambahan anggaran di 2013. Namun, hal itu dibahas melalui mekanisme yang prosedural. Senada dengannya, Tamsil Linrung yang pada waktu pelaksanaan proyek KTP-el berada di Komisi XI bilang proses penganggaran proyek ini sudah sesuai prosedur. "Waktu itu saya di Komisi XI. Mitra saya adalah kementerian keuangan. Karena waktu itu Kementerian Keuangan tidak mempermasalahkan penganggaran proyek ini, ya kami kira tidak ada masalah. Lalu tanya ke komisi teknis yang membahas, komisi II, tidak masalah juga," tuturnya usai diperiksa. Keduanya juga sempat membantah lagi soal adanya aliran dana haram ke kantong mereka. "Saya sudah memberikan kesaksian terhadap dakwaan yang saya dikatakan terima US$ 1 juta, kan begitu dalam dakwaan. Saya sudah memberikan kesaksian di persidangan dan terbantahkan semua. Di sini saya tegaskan lagi, tidak," ujar dia. Dalam kasus ini, jaksa KPK sudah menuntut Irman tujuh tahun penjara sedangkan Sugiharto dituntut 5 tahun penjara. KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari sebagai tersangka.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto