JAKARTA. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses pemilihan kepala Kepolisian RI dan Panglima TNI menuai gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Para penggugat antara lain, Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (Pusdako) Feri Amsari, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim, dan Koordinator ICW Ade Irawan. Gugatan itu dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi, Senin hari ini (26/1). Dua Undang-Undang yang mereka gugat adalah UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang mengatur kewenangan DPR dalam pemilihan Kapolri dan Panglima TNI.
Ada satu pasal dalam setiap beleid yang mereka gugat. Pertama, pasal 11 ayat 1, 2,3, 4, dan 5 dalam UU Kepolisian Negara RI, yang pada pokoknya mengatur bahwa pemilihan dan pemberhentian Kapolri harus dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR. Kedua, Pasal 13 ayat 2, 5, 6, 7, 8, dan 9 dalam UU TNI yang mengatur ketentuan bahwa pengangkatan dan pemberhentian panglima TNI oleh presiden harus mendapat persetujuan DPR. Denny, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY, yang tercatat sebagai salah satu penggugat, menuturkan, uji materi tersebut mereka ajukan karena dalam penilaiannya, ketentuan beleid itu bertentangan dengan sistem pemerintahan presidensil yang telah diatur dalam UUD 1945, khususnya di Pasal 4. "Kami berpendapat mekanisme itu bertentangan karena seharusnya pemilihan dan pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI adalah hak prerogratif presiden, di mana dalam pelaksanaannya tidak perlu persetujuan DPR," kata Denny, Senin (26/1).