Kewenangan PANDI dalam perselisihan nama domain harus diperkuat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat teknologi informasi (TI) dari ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, kewenangan Pengelola Nama Domain ID (PANDI) selaku operator Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND) sudah selayaknya diperkuat. Hal ini didorong oleh begitu strategisnya peran nama domain bagi branding sebuah entitas.

"Ya, memang (kewenangan PANDI) harus diperkuat. Mungkin, bisa sekaligus jadi agenda untuk disertakan di dalam RUU Ketahanan dan Keamanan Siber atau bahkan apabila ada rencana revisi UU ITE," ujar Heru dalam keterangannya, Selasa (12/11).

Baca Juga: Selain meme Joker, ini deretan kasus yang pernah membuat Ade Armando dilaporkan


Melalui PPND, PANDI telah memediasi sejumlah kasus pencatutan nama domain atau yang lebih populer dengan istilah Cybersquatting di Tanah Air. Yang paling fenomenal adalah ketika Indonesia tengah disibukkan dengan geliat kampanye pemilihan calon presiden-wakil presiden 2019.

Begitu banyak pihak yang tak bertanggungjawab membeli nama domain pasangan calon presiden tertentu untuk kemudian dijual kembali dengan harga berlipat-lipat.

Selain itu, pada medio awal tahun 2000, Mustika Ratu dan Bank BCA (pada salah satu entitas layanan pelanggannya, klikbca.com) harus mengalami pencatutan nama tersebut.

Yang terhangat adalah kasus perselisihan nama domain BMW.id, yang awalnya dimiliki seorang pengacara asal Surabaya, Benny Muliawan, namun digugat oleh perusahaan otomotif asal Jerman, BMW AG.

Baca Juga: Sejak tahun 2016, Kemkominfo blokir 669 situs fintech ilegal dan investasi bodong

Oleh karena itu, Heru menghimbau kepada PANDI agar lebih berhati-hati dalam memberikan nama domain, meskipun sistemnya first come, first served.

"Harusnya, PANDI lebih meneliti apakah si pengaju nama domain tersebut memang berhak memiliki nama domain tertentu, yang cenderung punya nilai merek dagang," tambahnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Marketing, Kerjasama dan Pengembangan Usaha PANDI Heru Nugroho mengatakan, mekanisme pendaftaran nama domain memang berbasis first come, first served.

Namun, apabila ada pihak-pihak yang merasa keberatan karena kepemilikan nama domain tertentu, pihaknya melalui PPND siap menjalani proses mediasi, bahkan hingga hukum.

Baca Juga: Dirjen Aptika: Fintech yang langgar UU ITE dipidana delapan tahun

"Kami sadar sangat rentan terjadi hal itu (perselisihan nama domain). Makanya, setelah melalui konsultasi dengan pemerintah dan para pakar pada beberapa bidan, dibentuklah PPND," tuturnya.

Lebih lanjut, dirinya mendorong entitas-entitas, khususnya korporasi yang merek dagangnya sangat lekat dengan nama perusahaannya, agar segera mendaftarkan nama domain .id guna menghindari terjadinya cybersquatting.

"Karena tidak hanya akan merugikan perusahaan tersebut, tapi juga konsumen luas," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto