KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam waktu dekat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri telekomunikasi. Memang hingga saat ini belum ada regulasi yang spesifik mengatur mengenai M&A di industri telekomunikasi. Meski belum ada aturan, kenyataannya sudah ada perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A. Seperti XL Axiata dengan Axis atau Indosat dengan Satelindo. Jadi sebenarnya konsolidasi itu tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan. Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi. Kominfo akan membuat regulasi yang mengatur perhitungan mengenai berapa besar alokasi frekuensi yang layak bagi perusahaan telekomunikasi hasil M&A. "Kita tak bisa mengubah filosofi yang ada di UU, frekuensi bisa langsung ditransfer kepada perusahaan hasil M&A. Jika itu sampai terjadi maka akan melanggar peraturan perundangan yang ada. Frekuensi adalah milik negara bukan perusahaan. Jadi aturan yang baru nanti kita dipastikan tak akan mengubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi," papar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kominfo Ismail. Mengacu penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya. Sementara itu di pasal 25 PP 53 tahun 2000 menegaskan, pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbarui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru. Selain itu izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan menteri.
Kewenangan realokasi frekuensi jangan sampai melanggar aturan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam waktu dekat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri telekomunikasi. Memang hingga saat ini belum ada regulasi yang spesifik mengatur mengenai M&A di industri telekomunikasi. Meski belum ada aturan, kenyataannya sudah ada perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A. Seperti XL Axiata dengan Axis atau Indosat dengan Satelindo. Jadi sebenarnya konsolidasi itu tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan. Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi. Kominfo akan membuat regulasi yang mengatur perhitungan mengenai berapa besar alokasi frekuensi yang layak bagi perusahaan telekomunikasi hasil M&A. "Kita tak bisa mengubah filosofi yang ada di UU, frekuensi bisa langsung ditransfer kepada perusahaan hasil M&A. Jika itu sampai terjadi maka akan melanggar peraturan perundangan yang ada. Frekuensi adalah milik negara bukan perusahaan. Jadi aturan yang baru nanti kita dipastikan tak akan mengubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi," papar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kominfo Ismail. Mengacu penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya. Sementara itu di pasal 25 PP 53 tahun 2000 menegaskan, pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbarui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru. Selain itu izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan menteri.