KFC menggurita dengan gerai mini



JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tahun ini menjadi bahan evaluasi investasi bagi PT Fast Food Indonesia Tbk. Karena pelemahan kurs itu, Fast Food mengeluarkan biaya investasi 10% lebih mahal dari biaya yang sudah dipersiapkan untuk membuka gerai. Terutama, terkait belanja mesin.

Dus, Fast Food menggagas ide membuka gerai bernama KFC Box yang berukuran lebih kecil ketimbang gerai KFC reguler. Ukuran yang lebih kecil itu otomatis menuntut biaya investasi yang lebih mini dari gerai pada umumnya.

Justinus D. Juwono, Direktur Fast Food Indonesia  mengatakan biaya investasi gerai KFC Box hanya 40% dari biaya investasi gerai KFC yang sebesar Rp 4 miliar. Itu berarti biaya investasi gerai KFC Box sekitar Rp 1,6 miliar.


Selain faktor biaya investasi yang lebih murah, Fast Food punya pertimbangan lain membuka KFC Box. "Investasi yang kecil ini membuat pergerakan penambahan gerai bisa lebih ekspansif sehingga cakupan kami akan semakin jauh dan besar di pasar makanan cepat saji Indonesia," terang Justinus kepada KONTAN, Selasa (4/11).

Di tahap awal pengembangan tahun ini, perusahaan dengan kode saham FAST di Bursa Efek Indonesia  (BEI) itu akan membuka tiga gerai KFC Box. Satu gerai sudah hadir di Stasiun Manggarai, Jakarta. Lantas dua gerai lain akan hadir dalam dua bulan terakhir tahun ini.

Lantas di tahun kedua pengembangan atau 2015, Fast Food menargetkan bisa membuka sekitar 20 gerai KFC Box. Dengan asumsi biaya Rp 1,6 miliar tadi, berarti perusahaan itu harus menyediakan duit sekitar Rp 32 miliar.

Meski sedang sangat bersemangat menjajal konsep gerai anyar, Fast Food tak meninggalkan ekspansi gerai reguler. Tahun depan, perusahaan itu berencana membuka 30 gerai KFC reguler.

Target tahun depan itu sama persis dengan target tahun ini. Namun, niatan pembukaan gerai Fast Food tahun ini agak tersendat karena situasi politik tanah air. Dus, sampai kuartal IV-2014 ini, perusahaan itu masih memiliki pekerjaan rumah membuka 12 gerai dari 30 target gerai. 

Justinus memastikan, "Sisa target 12 gerai akan buka bulan ini." Kedua belas gerai itu akan tersebar di Jakarta, Kalimantan, Sulawesi dan Bali.

Substitusi bahan lokal

Tak cuma pembukaan gerai yang tersendat, perusahaan itu juga sudah terang-terangan merevisi target pertumbuhan pendapatan dari 12% menjadi 10% tahun ini. Dasar revisi target itu adalah daya beli masyarakat yang menurun dan buntut terlambat membuka gerai tadi. Namun, Justinus buru-buru mengklaim jika penurunan daya beli masyarakat kompak terjadi pada sektor industri makanan.

Selain itu, Fast Food juga harus menanggung tambahan biaya penjualan sebesar 2%. Ini adalah dampak dari 10% bahan baku perusahaan itu yang masih harus diimpor, sementara kondisi rupiah sedang memerah.

Alih-alih mengerek harga untuk menutup penambahan biaya penjualan itu, Fast Food memilih mencari bahan baku substitusi atau pengganti. "Tentu saja bukan bumbu karena bumbu harus standar sehingga kami tetap impor," terang Justinus.

Fast Food meyakini bisa mengejar target pendapatan Rp 4,3 triliun hingga pungkasna 2014 nanti. Sepanjang sembilan pertama tahun ini, perusahaan itu mencetak pendapatan Rp 3,12 triliun, atau 72,56% dari target. Sebanyak 70% pendapatan dari luar Jabodetabek dan 30% dari pendapatan dari Jabodetabek. 

Saat ini, jumlah gerai di Jabodetabek adalah 180 gerai sedangkan di luar Jabodetabk mencapai 300 gerai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina