Sejak Presiden Joko Widodo mencanangkan pembangunan satu juta rumah per tahun, target ini belum pernah tercapai. Program Sejuta Rumah untuk Rakyat bergulir sejak 2015 lalu. Angka kekurangan pasokan alias backlog perumahan masih tinggi. Meski begitu, pemerintah optimistis, tahun ini target penyediaan satu juta rumah bisa terwujud. Pemerintah terus mendorong penyediaan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program Sejuta Rumah jadi andalan pemerintah untuk memangkas angka backlog perumahan menjadi 5,4 juta unit tahun depan. Dan, pemerintah yakin, tahun ini penyediaan satu juta rumah bisa tercapai. Direktur Jenderal (Dirjen) Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid memaparkannya strategi mencapai target itu kepada wartawan Tabloid KONTAN Nina Dwiantika, Senin (10/9). Berikut nukilannya: KONTAN: Program Sejuta Rumah tidak pernah tercapai. Bagaimana tahun ini? KHALAWI: Hingga 10 September lalu, realisasi penyediaan rumah telah mencapai 685.727 unit. Artinya, sudah memenuhi sekitar 70% dari target. Berdasarkan angka pencapaian tersebut, kami optimistis, penyediaan rumah mencapai satu juta unit di akhir tahun nanti. Kami mempunyai program cadangan penyediaan rumah yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 kurang lebih 250.000 rumah. Jika itu digabung, maka jumlah penyediaan rumah subsidi akan mencapai 900.000 unit lebih. Itu berarti, tinggal sedikit lagi mencapai angka satu juta rumah. Secara tren, penyediaan rumah untuk subsidi terus naik setiap tahun. Misalnya, penyediaan rumah subsidi di 2015 sebanyak 699.770 unit, kemudian pada 2016 terdapat 805.169 unit, dan 904.758 unit di 2017. Rumah subsidi ini menyebar di seluruh Indonesia. Contohnya, untuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa) ada di beberapa daerah. Sedangkan untuk rumah subsidi selisih bunga (SSB) tersebar di Indonesia bagian Timur dan Barat. Adapun mayoritas penyediaan rumah menyasar pada kategori MBR sebanyak 67%, sementara untuk masyarakat non-MBR hanya 33%. Ke depan, kami akan tingkatkan porsi rumah subsidi untuk masyarakat MBR naik menjadi 70% dan sisanya yang 30% non-MBR. KONTAN: Apa saja strategi untuk mencapai target satu juta rumah tahun ini? KHALAWI: Di luar rumah subsidi yang ada di APBN, kami optimistis program satu juta rumah akan tercapai karena penyediaan rumah subsidi ada berbagai skema. Contoh, Real Estate Indonesia (REI) mampu membangun rumah sebanyak 220.000 unit hingga akhir tahun. Lalu, ada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) dan Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) yang turut mendukung program tersebut. Untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), program ini masih akan terus berjalan. Namun, kami membutuhkan dukungan dari perbankan buat membiayai sektor perumahan yang sebagian bunganya disubsidi oleh pemerintah. Porsi FLPP sekitar 28,76% per September terhadap total penyediaan rumah. Lalu, pembangunan rumah melalui APBN dan APBD berkontribusi sebesar 20%. Khusus untuk pembangunan rumah yang dibangun pemerintah menggunakan APBN, ada beberapa pencapaian. Di antaranya, sejak 2015 hingga 2018, rumah susun mencapai 44.893 unit. Diperkirakan, akan mencapai 52.405 unit pada 2019. Untuk rumah khusus terutama kawasan nelayan dan daerah perbatasan sebanyak 22.358 unit, pembangunannya bakal mencapai 25.271 unit pada 2019. Sedang rumah swadaya 473.165 unit, dengan target pencapaian 673.165 unit di tahun depan. Dan, bantuan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) rumah susun 101.606 unit, dengan perkirakan pencapaian 114.606 unit di tahun depan. Jika dilihat dari pembangunan rumah melalui pengembang yang memperoleh subsidi seperti FLPP, subsidi selisih bunga (SSB), dan bentuk subsidi lainnya berkontribusi sebesar 30%. Serta, pembangunan rumah melalui pengembang tanpa memperoleh subsidi atau dibangun masyarakat sendiri atawa swadaya sebesar 50%. KONTAN: Berapa besar bujet yang sudah diserap untuk Program Sejuta Rumah? KHALAWI: Hingga saat ini, penyerapan anggaran bidang penyediaan perumahan baru sekitar 50%. Ini disebabkan oleh terlambatnya proses lelang. Tapi, kami sedang mengupayakan dan yakin capaian penyerapan anggaran bisa mencapai 95% di akhir tahun nanti. Tahun ini, penyerapan anggarannya sudah Rp 4,5 triliun. Untuk FLPP sudah Rp 1,7 triliun, kemudian SSB sebesar Rp 518 miliar, rusunawa Rp 208 miliar, dan rumah swadaya sekitar 30% dari anggaran. Anggaran penyediaan perumahan akan turun jadi Rp 7,8 triliun di 2019 dari Rp 9 triliun pada 2018. Penurunan ini merata di semua bidang di Kementerian PUPR karena ada penekanan untuk kebutuhan lain. Dengan anggaran yang turun, kami akan menggandeng swasta untuk bersama-sama menyediakan rumah untuk MBR. KONTAN: Kendala lain dalam merealisasikan Program Sejuta Rumah? KHALAWI: Terbatasnya lahan yang murah. Harga tanah yang semakin naik khususnya di wilayah perkotaan menyebabkan harga rumah semakin mahal dan tidak terjangkau oleh MBR. Untuk itu, kami sedang mencari solusi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk membentuk badan usaha yang mengelola land bank. Nantinya, pemerintah mempunyai kemampuan mengelola tanah melalui badan usaha ini. Misalnya, pemerintah bisa membeli, menyimpan, dan mengelola tanah untuk pembangunan infrastruktur termasuk penyediaan rumah MBR. Rencananya, pemerintah menggandeng pihak swasta untuk bekerjasama membangun perumahan di land bank tersebut. Rencana pembentukan badan usaha itu berkaitan erat dengan keuangan negara, karena tugasnya, kan, membeli tanah. Sehingga, kami akan membutuhkan dana lebih untuk belanja lahan. Jadi, kami masih mempertimbangkan anggarannya juga, apakah akan memberatkan anggaran negara. Masalah lainnya, regulasi yakni Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan untuk MBR yang belum maksimal diterapkan. Di sini, Kementerian PUPR telah membentuk tim percepatan pembangunan perumahan untuk MBR yang dipimpin oleh saya sendiri. Ada juga kendala di anggaran. Saat ini, anggaran pemerintah sedang terbatas sehingga kami harus memikirkan pola pembiayaan seperti apa untuk mengoptimalkan penyediaan rumah. Salah satunya, melibatkan swasta untuk membantu pemerintah membangun rumah buat MBR. Gambarannya, tanah milik pemerintah yang bangun swasta, atau tanah milik swasta yang bangun swasta kemudian pemerintah bisa masuk ke infrastruktur pendukung. Sebagai contoh, proyek perumahan di Maja. Pemerintah bekerjasama dengan Ciputra Grup. Selanjutnya, kami juga sedang menyusun masterplan untuk pembangunan rumah skema kerjasama dengan swasta. Setidaknya, ada 10 kota di Indonesia, seperti Padang, Palembang, serta Makassar. KONTAN: Pemerintah , kan , berencana menunda sejumlah proyek infrastruktur. Apakah termasuk perumahan? KHALAWI: Kami menjamin proyek-proyek infrastruktur yang sedang dibangun oleh Kementerian PUPR tidak ada yang ditunda. Sebab, komponen impornya tidak terlalu besar. Misalnya, untuk pembangunan perumahan hanya menggunakan besi dan baja impor. Kami mencatat, untuk pembangunan perumahan mayoritas atau 70% hingga 80% mengunakan bahan lokal, sisanya dari impor. Dalam membangun rumah, tidak hanya menggunakan besi dan baja, ada kayu maupun bambu. Kami akan optimalkan pembangunan rumah memakai bahan lokal sehingga membantu pengurangan impor. KONTAN: Bagaimana cara Kementerian PUPR memastikan penyediaan rumah subsidi tepat sasaran? KHALAWI: Program ini sudah tepat, khususnya menyasar masyarakat MBR. Selama tiga tahun terakhir, dinilai sudah tepat sasaran dan terus akan kami tingkatkan di tahun ini dan tahun mendatang. Beberapa di antaranya melalui optimalisasi penghuni, lewat program revitalisasi rusun dan rumah khusus, mengevaluasi ketepatan sasaran pemberian bantuan rumah bagi MBR di Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, serta memonitor pelaksanaan kemudahan pemberian izin pembangunan perumahan oleh pemerintah daerah. Harapannya, penyediaan rumah yang tepat ini bisa menurunkan kekurangan pasokan atau backlog perumahan jadi 5,4 juta di 2019. Sekarang, backlog perumahan sudah turun, tercermin dari angka yang mencapai 7,6 juta pada 2015 lalu. Nah, Program Sejuta Rumah merupakan cara untuk menekan backlog di perumahan, meskipun belum terlalu signifikan. Tidak hanya pemerintah, sektor swasta juga harus mendukung penurunan backlog perumahan. Soalnya, APBN sendiri hanya mampu menampung 20% untuk penyediaan perumahan, lalu perbankan membantu 30%, sisanya sektor swasta sebanyak 50% didorong untuk membangun perumahan. KONTAN: Itu berarti, Program Sejuta Rumah akan berlanjut ke tahun depan? KHALAWI: Kami sedang menyusun konsep dan strategi penyelenggaran ke depan. Ini bukan hanya buat lima tahun mendatang, tetapi juga untuk jangka panjang. Kami berdiskusi dengan pakar dan pengusaha untuk menyusun konsep penyediaan rumah di masa mendatang. Apakah konsepnya menyediakan rumah sebanyak satu juta per tahun? Belum tentu, karena satu juta rumah per tahun saja tidak cukup. ◆ Biodata
Riwayat pendidikan: ■ S1 Teknik Sipil Transportasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ■ S2 Manajemen Konstruksi Universitas Teknologi Malaysia, Johor Bahru ■ S2 Manajemen Keuangan Universitas Putra Indonesia, Padang ■ S3 Ilmu Teknik Sipil Universitas Tarumanagara, Jakarta Riwayat pekerjaan: ■ Pimpinan Proyek IPJK di Sumatra Barat ■ Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesisir Selatan ■ Wakil Kepala Perencanaan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatra Barat ■ Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatra Barat ■ Sekretaris Badan Pengembangan Wilayah Surabaya–Madura ■ Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat ■ Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Kementerian PUPR ■ Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR. **
Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN 17 September - 23 September 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Satu Juta Rumah Saja Belum Cukup" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga