Kharissa Permai Mediasi Dengan Lion Air



JAKARTA. Banyak orang mungkin tidak percaya, kalau Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK) Migas Rudi Rubiandini

JAKARTA. Sengketa antara perusahaan biro perjalanan PT Kharissa Permai Holiday melawan PT Lion Mentari Airlines memasuki babak baru. Kedua pihak kini sepakat untuk melakukan proses mediasi yang difasilitasi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Anditya Ari Firnanda, kuasa hukum Kharissa menyatakan membuka segala kemungkinan penyelesaian sengketa. "Kami akan ikuti proses mediasi," katanya, Rabu (15/8).


Hal senada juga disampaikan Kuasa hukum Lion Air Harris Arthur Hedar. Meski demikian, Haris menyatakan pihaknya akan tetap menolak untuk membayar uang ganti rugi sebagaimana tuntutan biro perjalanan tersebut.

Rencananya, mediasi pertama akan dilakukan Rabu (21/8) pekan depan. Hakim Dedi Ferdiman yang bertindak selaku mediator.

Sebelumnya, Kharissa menggugat Lion Air ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perusahaan biro perjalanan umroh ini melayangkan gugatan lantaran Lion Air membatalan jadwal penerbangan secara sepihak. Selain menggugat Lion Air, Kharissa juga menarik Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub selaku tergugat II.

Tanggal 1 April 2013 Kharissa membeli 91 tiket PP (pulang–pergi) Lion Air dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng - Jeddah. Dengan jadwal keberangkatan pada 30 Mei 2013.

Tiket ini untuk memberangkatkan 91 orang jemaah umrah. Total harga tiketnya sebesar US$ 98.220. Pada 10 Mei 2013, PT Lindajaya Tour & Travel, agen resmi Lion Air menyerahkan E-Ticket (tiket elektronik).

Dua hari sebelum keberangkatan, Kharissa melakukan city check-in di Lion Air Tower. Namun check in ini gagal dilakukan dan pihak Lion Air menyatakan pesawat tidak jadi beroperasi alias penerbangan 30 Mei dibatalkan.

Kharissa langsung menyampaikan konfirmasi pembatalan ini ke Lindajaya. Selanjutnya pihak Lion Air memberikan penjelasan bahwa pembatalan penerbangan terpaksa dilakukan karena adanya program perawatan pesawat yang harus dilakukan.

Anditya menilai pembatalan penerbangan ini bertentangan dengan Permenhub No. 77 Tahun 2011 yang mewajibkan pembatalan disampaikan 7 hari sebelum keberangkatan.

Kharissa meminta ganti rugi materiil sebesar US$ 104.285 ditambah biaya penginapan SAR 57.035 riyal, dan Rp 13.440.000. Sementara, immateriilnya Rp 100 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto