TOKYO. Sudah delapan bulan terakhir, tingkat kebangkrutan perusahaan-perusahaan di Jepang mengalami kenaikan. Demikian pula halnya di bulan Januari kemarin. Resesi yang dialami Negeri Matahari Terbit itu membuat tingkat penjualan anjlok ke level terendah dan membuat pihak perusahaan kesulitan mendapatkan pinjaman dana. Data dari Tokyo Shoko Research Ltd merilis, tingkat kebangkrutan perusahaan Jepang melonjak 15,8% dibanding tahun sebelumnya menjadi 1.360 kasus. Sebenarnya, jumlah ini sedikit menurun dibandingkan bulan Desember yang angkanya mengalami kenaikan sebesar 24,1%. Semakin banyaknya bisnis yang mengalami kegagalan bisa jadi membuat pihak perbankan lebih hati-hati untuk mengucurkan pinjamannya. Apalagi, melorotnya harga saham ke rekor terendah juga turut menggerus modal kerja perbankan. Pada minggu lalu, Bank of Japan bilang, pihaknya akan membeli saham-saham yang dimiliki oleh institusi finansial untuk mendorong para peminjam modal (lender) menggelontorkan dana ke sejumlah perusahaan. “Masalah pendanaan ini, sangat disayangkan, akan terus berlangsung dan menjadi tantangan berat perusahaan hingga tahun keuangan 2009. Hal ini tak dapat dihindarkan. Tingginya angka kebangkrutan dan semakin menciutnya laba, akan mendorong semakin tingginya biaya pinjaman kredit,” papar mari Iwashita, Chief Market Economist Daiwa Securities SMBC Co di Tokyo. Dalam dua minggu terakhir, sejumlah perusahaan di Jepang dinyatakan bangkrut. Beberapa diantaranya yaitu pengembang properti Japan General Estate Co, perusahaan konstruksi dan penjualan alat-alat berat Nakamichi Machinery Co dan pusat perbelanjaan Marui Imai Co. Sementara itu, berdasarkan data dari Organization for Small and Medium Enterprises and Regional Innovation menyebutkan, jumlah perusahaan yang melakukan pendaftaran untuk mengajukan proteksi asuransi kebangkrutan di Negeri Sakura mengalami kenaikan 45% menjadi 27.171 pada 2008. Angka tersebut merupakan kenaikan terbesar dalam 47 tahun terakhir.
Kian Banyak Perusahaan Jepang Bangkrut
TOKYO. Sudah delapan bulan terakhir, tingkat kebangkrutan perusahaan-perusahaan di Jepang mengalami kenaikan. Demikian pula halnya di bulan Januari kemarin. Resesi yang dialami Negeri Matahari Terbit itu membuat tingkat penjualan anjlok ke level terendah dan membuat pihak perusahaan kesulitan mendapatkan pinjaman dana. Data dari Tokyo Shoko Research Ltd merilis, tingkat kebangkrutan perusahaan Jepang melonjak 15,8% dibanding tahun sebelumnya menjadi 1.360 kasus. Sebenarnya, jumlah ini sedikit menurun dibandingkan bulan Desember yang angkanya mengalami kenaikan sebesar 24,1%. Semakin banyaknya bisnis yang mengalami kegagalan bisa jadi membuat pihak perbankan lebih hati-hati untuk mengucurkan pinjamannya. Apalagi, melorotnya harga saham ke rekor terendah juga turut menggerus modal kerja perbankan. Pada minggu lalu, Bank of Japan bilang, pihaknya akan membeli saham-saham yang dimiliki oleh institusi finansial untuk mendorong para peminjam modal (lender) menggelontorkan dana ke sejumlah perusahaan. “Masalah pendanaan ini, sangat disayangkan, akan terus berlangsung dan menjadi tantangan berat perusahaan hingga tahun keuangan 2009. Hal ini tak dapat dihindarkan. Tingginya angka kebangkrutan dan semakin menciutnya laba, akan mendorong semakin tingginya biaya pinjaman kredit,” papar mari Iwashita, Chief Market Economist Daiwa Securities SMBC Co di Tokyo. Dalam dua minggu terakhir, sejumlah perusahaan di Jepang dinyatakan bangkrut. Beberapa diantaranya yaitu pengembang properti Japan General Estate Co, perusahaan konstruksi dan penjualan alat-alat berat Nakamichi Machinery Co dan pusat perbelanjaan Marui Imai Co. Sementara itu, berdasarkan data dari Organization for Small and Medium Enterprises and Regional Innovation menyebutkan, jumlah perusahaan yang melakukan pendaftaran untuk mengajukan proteksi asuransi kebangkrutan di Negeri Sakura mengalami kenaikan 45% menjadi 27.171 pada 2008. Angka tersebut merupakan kenaikan terbesar dalam 47 tahun terakhir.