Kian unik, duit kian mengalir dari sepatu lukis



Lukisan tangan mampu menaikkan nilai sepatu kanvas. Apalagi, tren untuk memakai sepatu yang unik dan gaya terus berkembang. Pembuat produk ini meraup untung lantaran biaya produksinya sangat murah. Yang mahal itu nilai seninya.Sepatu lukis semakin menjadi tren di kalangan anak muda yang ingin tampil beda. Fungsi sepatu ini memang sama dengan sepatu lainnya. Tapi, bagi yang suka mode dan seni, sepatu lukis memiliki segudang kelebihan. Sebab, bukan cuma unik dan cantik, sepatu ini juga bisa menunjukkan perhatian pemakainya terhadap tren gaya hidup dan mode. Apalagi, saat ini, motif sepatu lukis semakin beragam. Jika semula gambar bunga mendominasi, kini gambar abstrak, pop art, klub bola, sampai kartun juga digandrungi. “Yang paling diminati adalah gambar kartun dan police line,” tutur Andina Labila Irvani, pemilik usaha sepatu lukis bermerek Sportlight. Model sepatunya pun semakin beragam. Ada model converse style, flat style, flat style bertali, vans style, ankle boots, ankle boots wedges, cut out canvas suede, dan everyday canvas suede. Khusus converse dan vans, tipe ini mengikuti model mainstream sepatu kets merek terkenal tersebut Umumnya, sepatu ini tampil dengan warna plus model yang dinamis, sesuai dengan target produk ini, yakni remaja dari kalangan menengah umur 14 sampai 20 tahun. “Sekitar 60% pembelinya perempuan,” ungkap Andina yang biasa disapa Dina. Ukuran sepatu yang tersedia biasanya 36 sampai 43. Ukuran di luar itu juga ada, tapi pembeli mungkin harus menunggu sampai dua minggu. Handoko Aji, pemilik usaha sepatu lukis dengan merek Iffah Shoes, melihat minat remaja terhadap sepatu jenis ini kian meluas. “Sekarang tidak hanya perempuan, laki-laki juga sudah banyak yang pakai,” tukasnya.

Harganya juga relatif terjangkau. Dina menjual produk sepatunya mulai Rp 110.000 sampai Rp 265.000 sepasang.

Linda Herdiani, pemilik usaha sepatu lukis bermerek Pyopyu yang mengincar segmen kalangan menengah, menjual produknya seharga Rp 135.000 sampai Rp 220.000 sepasang. Sekitar 85% pembelinya adalah wanita. Adapun Handoko menjajakan sepatunya lebih murah, yakni seharga Rp 65.000 sampai Rp 120.000 sepasang. Harga itu hanya berlaku untuk produk massal. “Kami memiliki premium edition yang modelnya wedges. Harganya bisa Rp 285.000, karena sifatnya customize,” ungkap Dina. Produk spesial ini biasanya hanya dibuat jika ada pesanan (made by order). Jadi, dari setiap desain hanya diproduksi sepasang. “Anda bisa memiliki sepatu yang hanya satu-satunya di dunia,” tambahnya. Linda, yang dalam sebulan mengaku berhasil menjual 85 sampai 140 pasang sepatu, juga menawarkan sepatu customize seharga Rp 275.000 sepasang. Sementara, Handoko bisa menjual 2.000 pasang sepatu dalam setahun. “Tiap bulan, saya jual minimal 100 pasang,” ungkapnya. Sebagian besar produk sepatu Handoko dibuat sesuai pesanan. Biasanya, ide desain berasal dari pemesan.


Margin laba besarJangan kaget jika pemain di bisnis sepatu lukis ini terus bertambah. Sebab, margin laba bisnis ini memang gendut. Maklum, bahan dasar sepatu ini relatif murah. Dina, misalnya, mendapat sepatu polos dari Bandung seharga Rp 20.000 sampai Rp 40.000 per pasang. Adapun harga cat Rp 100.000 per botol. “Modal awal bisnis ini, untuk beli bahan-bahan, hanya Rp 1 juta,” ungkapnya.

Dalam sebulan, Spotlight mampu menjual sekitar 100 pasang sepatu. “Omzetnya sekitar Rp 15 juta–Rp 20 juta,” ungkap Dina. Dari omzet itu, porsi pengeluaran operasional, yakni untuk belanja bahan baku dan gaji pegawai, kira-kira 60%. Sisanya keuntungan. Laba masih mungkin bertambah dari penjualan casing BlackBerry lukis, tas lukis, dan kaus lukis.

Faktor cat membuat biaya operasional Pyopyu jauh lebih rendah ketimbang Spotlight. Linda mengaku membeli sepatu polos per lusin Rp 320.000. Adapun harga cat Rp 15.000 sampai Rp 22.000 per kaleng dan kuas lukis aneka ukuran Rp 10.000–Rp 25.000 per unit. “Biaya operasional 50% dari harga jual,” ungkap Linda yang enggan menyebut omzet bulanannya. Menurut Linda, kendala utama menjalankan bisnis ini adalah faktor sumber daya manusia. “Susah mencari orang yang jago melukis,” ungkapnya. Saat ini, ia hanya mempekerjakan empat pelukis. Untungnya, pemasaran produk ini cukup mudah. “Saya memasok sepatu lukis ke Pasa-raya Grande Blok M,” ujar Dina. Handoko lebih memilih memakai jaringan reseller. Tapi, risikonya, harga juga di tangan reseller lebih mahal, sekitar Rp 85.000 sampai Rp 140.000. Menurut Handoko, prospek bisnis ini sangat bagus. Sebab, jika Anda menyambangi gerai remi Converse dan Nike, harga sepatu dengan aneka gambar dan corak seperti dilukis sangat mahal. “Sekitar Rp 700.000 sampai Rp 1,5 juta per pasang,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi