JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman TBk (
SRIL) masih bertahan di deretan saham paling likuid, Indeks LQ-45, sejak tahun lalu. Walaupun kinerja sahamnya tahun lalu tidak seindah rajutan kain yang dibuat, fundamental emiten tekstil ini cukup baik. Tercatat, pada penutupan perdagangan tahun lalu, saham SRIL berakhir di level Rp 230 per saham, anjlok 40,87% dibandingkan dengan posisi ujung tahun sebelumnya Rp 389 per saham. Tapi, sejak akhir 2016 hingga kemarin, harga saham SRIL naik 2,61% ke level Rp 236. Berbanding terbalik dengan kinerja saham, fundamental SRIL terbilang kuat tahun lalu Untuk tahun ini, perusahaan yang berdiri 1978 silam itu yakin kinerjanya bisa tumbuh, dengan dukung kondisi ekonomi yang membaik.
Sekretaris Perusahaan SRIL Welly Salam menyatakan, SRIL akan menerapkan tiga strategi untuk memacu penjualan tahun ini.
Pertama normalisasi kapasitas produksi atas pabrik baru yang ditargetkan beroperasi pada pertengahan 2017.
Kedua, diversifikasi produk agar bisa menjangkau permintaan pasar yang lebih luas. "
Ketiga, fokus pada penjualan produk-produk bernilai tinggi," katanya ke KONTAN, Jumat (3/2). Sampai akhir September 2016 lalu, kontribusi terbesar pendapatan SRIL berasal dari penjualan benang yang mencapai 40,17%, disusul penjualan pakaian jadi sebesar 24,38%, dan penjualan kain jadi 24,09%. Sedangkan penjualan kain mentah menyumbang 11,36% pendapatan. Untuk pemulihan kapasitas produksi, Welly menjelaskan, pelaksanaannya akan secara bertahap. Saat ini, pabrik baru SRIL masuk dalam tahap uji coba produksi. Pada akhir 2017, kapasitas produksi
spinning naik 16% menjadi 645.000
bales per tahun. Produksi
waving meningkat 50% jadi 120 juta per tahun. Dan, produksi
dyeing/finishing bertambah 240 juta yard dan garmen naik 67% menjadi 30 juta potong per tahun. Perusahaan yang didirikan Lukminto ini juga akan menambah produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Misalnya, lini pakaian mode maupun seragam kerja. SRIL juga mempertahankan perlengkapan militer, seperti tas, tenda, dan ponco. Untuk produk hulu, mereka masih menjajakan yarn,
greige,
dyed fabric,
printed fabric. Hanya, ekspansi SRIL terbilang minim tahun ini. Mereka menganggarkan belanja modal US$ 15 juta, jauh di bawah tahun lalu yang mencapai US$ 60 juta. Pasalnya, SRIL hampir menyelesaikan perluasan pabrik yang anggarannya masuk ke tahun lalu. Sehingga, dana belanja modal tahun ini akan digunakan untuk pemeliharaan mesin pabrik. Toh, SRIL optimistis bisa mencetak pertumbuhan yang lumayan. Mereka memproyeksikan, pendapatan tahun ini mencapai US$ 716 juta-US$ 760 juta, dengan laba bersih US$ 65 juta-US$ 69 juta. Sedang pendapatan dan laba tahun lalu masing-masing US$ 633 juta-US$ 682 juta dan US$ 60 juta-US$ 64 juta. Artinya, SRIL mematok pertumbuhan kinerja tahun ini sebesar 5% sampai 15%.
Pertumbuhan pendapatan ini juga akan didukung penetrasi pasar ekspor yang lebih besar dari tahun lalu. Maklum, pendapatan ekspor mencapai hampir 50% terhadap total pendapatan SRIL. Welly mengatakan, perusahaannya menargetkan komposisi penjualan ekspor bisa terdongkrak hingga 55% tahun ini. "Dengan tambahan dua negara baru yaitu Kamboja dan Hong Kong," kata Welly. Untuk itu, SRIL menggandeng Cambodia Ltd untuk membentuk perusahaan patungan. Kedua pihak memulai kerjasama pada Februari 2016 lalu. Kongsi ini meliputi pembangunan pabrik garmen. Rencananya, produksi garmen itu akan menghasilkan seragam Kepolisian Kamboja. Dua negara baru itu juga menambah jaringan pasar dan pelanggan SRIL menjadi 55 negara di lima benua. Pasar ekspor SRIL terdiri dari 11 negara di benua Amerika, tujuh negara di Afrika, tujuh negara Timur Tengah, 19 negara di kawasan Asia Pasifik, serta 11 negara di Eropa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia