JAKARTA. Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran mengkritik proses pemilihan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode tahun 2013-2016. Pasalnya, sejak awal tahapan, banyak persoalan yang dinilai tidak transparan. Koordinator KIDP, Eko Maryadi, menuding proses pemilihan PeKomisioner KPI yang telah dimulai sejak 16 April 2013, penuh kejanggalan. Dalam proses awal seleksi administratif, Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner KPI 2013-2016 telah meloloskan 73 nama dari 120 nama yang mendaftar. Padahal, dalam publikasi pertama di situs KPI, jumlah nama yang diumumkan lolos seleksi administratif semula berjumlah 72 nama. Entah mengapa, tiba-tiba diubah menjadi 73 orang pada hari selanjutnya. Ada satu nama yang kemudian disusulkan kelolosannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kalau ini kesalahan teknis, sudah sebaiknya Pansel memberikan keterangan secara terbuka," kata Eko. Masalah lain yang menjadi persoalan besar adalah duduknya Mochamad Riyanto, yang saat ini menjabat Ketua KPI. Riyanto kini juga berperan sebagai Ketua Pansel Komisioner KPI 2013-2016. Kondisi inilah, yang menurut Eko patut dipertanyakan. "Bagaimana kita bisa mencegah terjadinya potensi konflik kepentingan karena beberapa incumbent ikut melamar?,"kata Eko. Tim pansel yang terdiri dari Mochamad Riyanto, Edy Lisdiano, dan Ichwan Sam telah memimpin jalannya seleksi hingga tahap ujian tertulis yang kembali menyaring 73 nama menjadi 27 nama. Jumlah 27 nama ini terdiri dari 20 nama pelamar baru dan 7 nama komisoner KPI yang kini sedang menjabat (incumbent). Eko menjelaskan, sebagai lembaga negara independen yang bergerak di bidang penyiaran, kehadiran KPI dengan anggota komisonernya yang matang, berkemampuan, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan publik, menjadi harapan masyarakat banyak. Ia optimistis, bahwa mengawal anggota komisioner setelah terpilih oleh Komisi I DPR perlu jadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Tapi, pengawalan proses ini tak mungkin berjalan mulus tanpa adanya transparansi dari pihak penyelenggara.
KIDP: Pemilihan komisioner KPI banyak kejanggalan
JAKARTA. Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran mengkritik proses pemilihan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode tahun 2013-2016. Pasalnya, sejak awal tahapan, banyak persoalan yang dinilai tidak transparan. Koordinator KIDP, Eko Maryadi, menuding proses pemilihan PeKomisioner KPI yang telah dimulai sejak 16 April 2013, penuh kejanggalan. Dalam proses awal seleksi administratif, Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner KPI 2013-2016 telah meloloskan 73 nama dari 120 nama yang mendaftar. Padahal, dalam publikasi pertama di situs KPI, jumlah nama yang diumumkan lolos seleksi administratif semula berjumlah 72 nama. Entah mengapa, tiba-tiba diubah menjadi 73 orang pada hari selanjutnya. Ada satu nama yang kemudian disusulkan kelolosannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kalau ini kesalahan teknis, sudah sebaiknya Pansel memberikan keterangan secara terbuka," kata Eko. Masalah lain yang menjadi persoalan besar adalah duduknya Mochamad Riyanto, yang saat ini menjabat Ketua KPI. Riyanto kini juga berperan sebagai Ketua Pansel Komisioner KPI 2013-2016. Kondisi inilah, yang menurut Eko patut dipertanyakan. "Bagaimana kita bisa mencegah terjadinya potensi konflik kepentingan karena beberapa incumbent ikut melamar?,"kata Eko. Tim pansel yang terdiri dari Mochamad Riyanto, Edy Lisdiano, dan Ichwan Sam telah memimpin jalannya seleksi hingga tahap ujian tertulis yang kembali menyaring 73 nama menjadi 27 nama. Jumlah 27 nama ini terdiri dari 20 nama pelamar baru dan 7 nama komisoner KPI yang kini sedang menjabat (incumbent). Eko menjelaskan, sebagai lembaga negara independen yang bergerak di bidang penyiaran, kehadiran KPI dengan anggota komisonernya yang matang, berkemampuan, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan publik, menjadi harapan masyarakat banyak. Ia optimistis, bahwa mengawal anggota komisioner setelah terpilih oleh Komisi I DPR perlu jadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Tapi, pengawalan proses ini tak mungkin berjalan mulus tanpa adanya transparansi dari pihak penyelenggara.