JAKARTA. Proyek prestisius pembangunan kilang gas alam cair (LNG) Tangguh Train III milik BP Indonesia mandek. "Fatwa" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi ganjalan proyek ini. Menurut Kepala Subbagian Komunikasi dan Protokoler Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Zuldadi Rafdi, KPK mengingatkan bahwa skema pendanaan proyek ini berpotensi melanggar Pasal 6 C UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Yang disoal KPK adalah skema pembiayaan proyek senilai US$ 12 miliar ini karena berpotensi merugikan negara. Sekadar catatan, pembiayaan proyek ini menggunakan skema pinjaman trustee borrowing scheme (TBS). BP, operator Blok Tangguh, akan menggunakan skema TBS ini untuk mencari utang sindikasi dari tiga bank BUMN, yakni Mandiri, BNI, dan BRI.
Nilai utang sindikasi dari tiga bank hingga kini belum pasti. Hanya saja, berdasarkan proposal BP yang disampaikan kepada SKK Migas, bank lokal akan membiayai sebesar 70% dari kebutuhan dana proyek Train III Tangguh ini. Nah, KPK berpendapat, pasal 6 C UU Migas menyebutkan, seluruh modal dan risiko proyek harus ditanggung badan usaha atau bentuk usaha tetap. Zuldadi menyatakan, Ketua KPK Abraham Samad sempat menyatakan bahwa bahwa skema TBS tak dikenal dalam UU Migas dan berpotensi melanggar UU Migas. Singkat kata, KPK lantas menafsirkan bahwa pembangunan Kilang Train III Tangguh tak boleh menggunakan utang bank plat merah (BUMN). Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan, KPK tak melarang proyek ini. "Kami hanya merekomendasikan untuk tidak menggunakan skema TBS," ujar Busyro kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.