JAKARTA. Pemerintah menyadari pentingnya pembangunan kilang baru di Indonesia, untuk mengiringi kenaikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Maka, saat ini ada dua proyek kilang baru yang tengah dicanangkan pemerintah, yaitu kilang Tuban dan proyek kilang Bontang. Di kilang Tuban, pemerintah telah menugaskan PT Pertamina Persero) membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan perusahaan asal Rusia, Rosfnet Oil Company. Penandatanganan perusahaan joint venture tersebut dilakukan pada 5 Oktober 2016 lalu. Dalam kerjasama tersebut, kedua pihak sekaligus memulai pembangunan kilang Tuban. Adapun untuk proyek kilang Bontang, pemerintah kini berencana menyerahkan ke pihak swasta murni.
Saat ini, status proyek kilang Bontang masih menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Skemanya, Pertamina bertindak sebagai penanggungjawab proyek kerjasama (PJPK) tersebut. Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, dengan menerapkan skema KPBU, waktu pembangunan kilang akan membutuhkan waktu lama. Sebab, skema tersebut mewajibkan keterlibatan konsultan dan feasibility study serta melewati serangkaian birokrasi yang kaku. Alasan lain adalah, kebutuhan kilang sudah sangat mendesak. Maklum, kapasitas kilang yang ada saat ini hanya 800.000 barel per hari (bph) dari kapasitas produksi 1 juta bph. Sementara itu, kebutuhan BBM di Indonesia kini sudah mencapai 1,6 juta bph. “Kalau menyangkut ketahanan energi, kondisi saat ini tidak cukup. Untuk itu, kita perlu kilang baru sesegera mungkin," kata Arcandra, Kamis (27/10). Atas pertimbangan percepatan itulah pemerintah berencana mengubah skema pembangunan kilang Bontang dari skema KPBU, ke skema swasta murni. "Instruksi presiden, kalau prosedurnya banyak, maka swasta dipersilakan masuk, caranya mengganti dengan skema baru," jelas Arcandra. Khawatir pendanaan Menurut Arcandra, sebenarnya pemerintah bisa juga menugaskan PT Pertamina untuk menggarap kilang Bontang. Namun, karena Pertamina juga menggarap kilang Tuban, pemerintah khawatir pendanaan Pertamina tak mencukupi membikin kilang. Pada pengerjaan kilang Tuban, Pertamina harus membentuk perusahaan patungan dengan investor asing. "Namun tidak menutup kemungkinan keuangan Pertamina mencukupi. Jika tidak cukup, ya, skema swasta kami pilih," imbuh Arcandra.
Atas pertimbangan itulah, pemerintah akan sesegera mungkin membuat keputusan soal kejelasan pembangunan kilang Bontang. Salah satu cara yang kini dilakukan Arcandra adalah, memanggil seluruh pemangku kepentingan dan investor yang tertarik membangun kilang Bontang. Pemerintah membuka diri dengan dengan semua investor. "Yang jelas, sudah banyak investor ingin masuk," kata Arcandra, tanpa menyebutkan nama-nama investor yang tertarik tersebut. PT Pertamina sendiri sejatinya percaya diri dan optimistis bisa membangun kilang Bontang, baik dalam kemampuan dana maupun dalam hal kemampuan percepatan pembangunan proyek kilang. Rachmad Hardadi, Direktur Pengolahan Pertamina, bilang, pihaknya bisa merampungkan kilang Bontang empat tahun lebih cepat dari jadwal pembangunan, yang memakan waktu tujuh tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini