Kilau harga emas digempur dollar



JAKARTA. Emas masih mampu mendulang kenaikan harga. Mengutip Bloomberg, Kamis (13/10) pukul 16.21 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember 2016 merangkak 0,48% menjadi US$ 1.259,90 per ons troi. Dalam sepekan, harganya terbang 0,55%.

Analis Finex Berjangka Nanang Wahyudin mengungkapkan, neraca perdagangan China di September 2016 yang hanya 278 miliar yuan, setara US$ 42 miliar, jadi salah satu pendorong harga emas.

Ini membuat pasar khawatir pada perekonomian global. "Keadaan buruk juga terjadi di Inggris dengan Brexit dan Jepang serta Eropa yang dibayangi pelonggaran stimulus moneter lanjutan,” jelas Nanang.


Pamor emas sebagai aset safe haven pun naik. Laporan aset kepemilikan emas di Exchange Traded Funds juga naik level 2.047,3 metrik ton. Ini level tertinggi sejak Juni 2013.

Analis SoeGee Futures Alwi Assegaf menambahkan, harga emas yang turun dalam dua minggu berturut juga menarik aksi bargain hunting. Hanya saja potensi penurunan harga tetap membayangi.

Catatan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan tiga pejabat The Fed berpendapat kenaikan suku bunga perlu segera dilakukan. Pasalnya, jika kembali ditunda akan menyebabkan resesi.

"Selama isu kenaikan suku bunga The Fed membayangi, emas sulit menguat signifikan," lanjut Alwi.

Dalam jangka pendek, emas masih bisa rebound, mengingat harga masih bertahan di atas area support US$ 1.250. Alwi memprediksi emas bisa naik ke US$ 1.280, tapi tren masih bearish selama belum menembus US$ 1.300. Tapi di jangka pendek, emas berpeluang lanjut menguat.

Jika klaim pengangguran mingguan AS membengkak dari 249.000 klaim jadi 252.000 sesuai prediksi, emas akan menjaga momentum rally.

Selain itu, analis Unum Capital Rob Pietropaolo menyebut, secara historis, September dan Oktober adalah bulan perburuan emas, khususnya di India. Di bulan tersebut orang India menggelar berbagai festival, seperti Dhanteras dan Diwali. Bulan ini juga merupakan musim pernikahan.

Tren bearish

Hingga akhir tahun ini, Nanang memperkirakan tren harga emas sudah berubah jadi bearish. Terutama jika pada FOMC Desember 2016 The Fed menaikkan suku bunganya serta pemilu Presiden AS dimenangkan Hillary Clinton.

“Emas bisa melemah ke US$ 1.200–US$ 1.250 per ons troi akhir tahun,” ujar Nanang. Ini serupa dengan prediksi dari ABN Amro Bank NV. Sedangkan hingga akhir 2017 mendatang, ABN Amro menganalisa harga emas akan turun 21% menjadi US$ 1.150 per ons troi.

Tapi bila ternyata Donald Trump menang dan suku bunga tidak jadi naik, harga emas bisa balik ke level US$ 1.300 per ons troi. Secara teknikal, kini harga emas bergerak di bawah moving average (MA) 10 dan MA 55, sehingga mengindikasikan tren pelemahan.

Indikator moving average convergence divergence (MACD) bergerak di area negatif dengan histogram jauh di bawah garis 0. Tetapi stochastic sudah oversold di level 13 sehingga membuka rebound jangka pendek.

Indikator relative strength index (RSI) juga bergerak naik di level 29. Jumat (14/10).

Alwi memprediksi emas menguat dan bergerak di kisaran US$ 1.250-US$ 1.276 per ons troi. Sedangkan Nanang menghitung sepekan ke depan harga si kuning bergerak antara US$ 1.246–US$ 1.265 per ons troi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie