KONTAN.CO.ID-JAKARTA Dunia
startup di Indonesia yang pernah begitu gemilang beberapa tahun lalu kini menghadapi tantangan besar.
Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute mengatakan, pendanaan untuk
startup saat ini sudah sangat terbatas, sehingga menyebabkan banyak perusahaan rintisan sulit berkembang.
"Kalau mungkin 5 -10 tahun lalu, kan (
startup) begitu
happening, sekarang sudah berubah, di mana pendanaan
startup ini sudah seret, bahkan juga untuk
startup-startup lama ini sudah gak ada lagi," ujar Heru kepada Kontan.co.id, Jumat (20/12).
Menurutnya, darah utama bagi
startup adalah pendanaan, tanpa itu, perkembangannya akan tersendat. Bahkan,
startup baru yang berorientasi pada teknologi inovatif seperti Internet of Things (IoT) atau artificial intelligence (AI) masih memiliki peluang, namun secara umum, iklim
startup saat ini tidak semeriah dulu.
Baca Juga: Startup Seret Pendanaan, Airlangga Masih Pede Target 61 Unicorn Indonesia Tercapai "Darah dari
startup kan pendanaan, kalau pendanaannya sulit ya juga akan sulit berkembang," katanya.
Heru juga menyoroti peran pemerintah yang dinilai belum maksimal dalam mendukung ekosistem
startup. Ia menyebut bahwa target pemerintah untuk mencetak
unicorn dan
decacorn di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum tercapai.
Bahkan, inisiatif pendanaan dari pihak lokal, seperti
venture capital atau perusahaan pelat merah, dinilai masih sebatas wacana.
Menurutnya, era
startup tidak perlu lagi dibebani target seperti jumlah
unicorn atau
decacorn. Ia menyarankan agar perkembangan
startup dibiarkan berjalan secara alami, tanpa tekanan pencapaian angka tertentu.
"Jadi memang ya kalau saya melihat sih uda gak perlu ditarget-targetkan lagi jumlah
unicorn, jumlah
decacorn. Kalau misalnya mau berkembang ya berkembang sendiri," terang Heru.
Baca Juga: AC Ventures Optimistis Industri Modal Ventura Bakal Cerah pada 2025 Senada, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai bahwa saat ini minat masyarakat untuk mendirikan
startup digital kini menurun drastis. Menurutnya, sepinya pendanaan ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan fenomena ini.
"Salah satunya memang dikarenakan sepinya pendanaan untuk
startup digital dalam beberapa tahun terakhir. Ini yang akhirnya membuat masyarakat enggan membuat startup jika tidak ada pandanaan yang menarik," kata Huda.
Menurut Nailul, pelaku usaha melihat peluang pendanaan sebagai faktor utama dalam mendirikan startup digital.
Sayangnya, tren pendanaan yang seret belakangan ini menjadi tantangan besar. Bahkan, Huda memperkirakan pendanaan pada tahun juga masih akan seret.
"Yang pada akhirnya masih relatih sedikit
startup digital yang bermunculan. Bahkan saya sulit melihat
startup digital kita menjadi
unicorn di beberapa tahun ke depan," pungkasnya.
Merujuk laporan Tracxn Geo Semi Annual Report: Indonesia Tech-H1 2024, total pendanaan untuk
startup teknologi di Indonesia anjlok 64% menjadi US$ 191 juta pada paruh pertama tahun 2024, dibandingkan dengan US$ 526 juta pada paruh pertama tahun 2024.
Tercatat,
startup teknologi finansial atau
fintech, terutama asuransi alias
insurtech dan aplikasi untuk BtB merupakan sektor dengan kinerja terbaik pada semester I-2024.
Namun, tidak ada satupun unicorn baru tahun lalu. Pasalnya, pada periode yang sama pada tahun lalu, hanya tercipta satu startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News