Kim Jong-il wafat, Korea Utara berpotensi mengalami ketidakstabilan politik



SEOUL. Kematian pemimpin komunis Korea Utara (Korut) Kim Jong-il cukup mengejutkan berbagai pihak di dalam maupun luar negeri. Sejak menderita stroke mulai 2008, ia sering absen dari pandangan publik selama berbulan-bulan. Kantor berita pemerintah, KCNA, mendesak rakyat Korut untuk bersatu mendukung anak ketiga Jong-il bernama Kim Jong-un yang berusia hampir 30 tahun untuk menggantikan Jong-il menjadi pemimpin Korut."Semua anggota partai, orang militer, dan publik harus mendukung dan memperkuat kepemimpinan Jong-un nantinya," ujar kantor berita KCNA. Rencananya, pemakaman Kim Jong-il akan digelar di Pyongyang pada 28 Desember ini. Untuk mengenang pemimpin mereka, pada kurun waktu 17-29 Desember 2011 dinyatakan sebagai hari berkabung nasional di Korut. Wartawan BBC, Lucy Williamson di Seoul mengatakan, kematian Kim Jong-il, sebagai pemimpin otoriter di negara ini berpotensi menyebabkan gelombang kejut yang sangat besar di Korea Utara. Mengingat Korut hanya memiliki sekutu sedikit dengan memiliki senjata nuklir yang kontroversial.

Korut menyatakan negara dalam status siaga dan akan mengadakan pertemuan darurat akibat kematian pemimpin mereka ini. Setelah pengumuman kematian Jong-il menyebar, pasar saham Asia langsung jatuh. Profesor Lee Jung-hoon, Profesor Hubungan Internasional Universitas Yonsei di Seoul, mengatakan, transisi kekuasaan dari ayah ke anak yang telah dipersiapkan ini berpotensi membuat kondisi di Korea Utara tidak stabil. "Kami sangat khawatir, karena setiap ada ketidakstabilan, Korea Utara suka mencari situasi eksternal sebagai kambing hitam untuk mengalihkan perhatian termasuk terlibat dalam provokasi," kata Jung-hoon.


Editor: Rizki Caturini