KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Sikap pimpinan Korea Utara (Korut) Kim Jong Un dinilai semakin melunak beberapa waktu terakhir. Hal ini ditunjukkan dari adanya niatan Kim untuk melakukan perundingan terkait program nuklir dan menormalisasi hubungan dengan Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Seikat. Namun, banyak pihak yang meragukan niatan baik Kim. Pasalnya, keinginan Kim untuk melakukan perundingan terkait program nuklir Korut bertepatan dengan terjadinya penurunan tajam nilai cadangan devisa mereka. Mengutip Bloomberg, sanksi internasional yang diterapkan atas Korut memukul perekonomian negara itu. Menurut analis Korsel, pembatasan ekspor pada 2017 akan menggerus dana tunai Korut tahun ini dan mampu menyusutkan nilai impor atas produk-produk utama.
Sementara, menurut laporan Korea Institute for International Economic Policy, yang berbasis di Sejong di selatan Seoul, risiko tambahan untuk rezim Pyongyang adalah lonjakan inflasi. Kelompok riset lain di Sejong, Korea Development Institute, memperingatkan adanya penurunan ekonomi di Korut. Negara yang terisolasi ini memiliki sejarah dengan menggantungkan harapan tak pasti pada penyelesaian perundingan terkait gudang senjata nuklirnya, kemudian balik badan setelah mendapatkan konsesi. Kali ini, Kim telah sepakat untuk bertemu dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk berunding di desa perbatasan Panmunjom. Bahkan Presiden AS Donald Trump telah memberi isyarat bahwa dia sangat terbuka untuk diskusi. "Jika perkiraan cadangan mata uang asing Korut akurat, impor akan turun pada 2018 dan menyebabkan penurunan aktivitas di private market dan produksi industri dari paruh kedua. Gangguan terhadap impor bahan baku dan minyak mentah berarti adanya perubahan yang tidak bisa dihindari pada kebijakan industri Kim Jong Un," tulis Choi Jang-ho, seorang peneliti di Korea Institute untuk Kebijakan Ekonomi Internasional. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh badan-badan pemerintah Korsel, ekspor Korut ke China -mitra dagang terbesarnya- turun 37% pada 2017, sementara impor naik tipis sebesar 4%. Kondisi ini menyebabkan defisit perdagangan barang senilai US$ 1,7 miliar. Choi memperkirakan, cadangan devisa Korut hanya sekitar US$ 4 miliar sampai US$ 5 miliar, dibandingkan dengan Korsel senilai US$ 395 miliar. Menurut prediksi Kang Seok-ho, ketua komite intelijen parlemen Korsel bulan lalu, saat bayangan mengenai cadangan devisa Pyongyang masih samar, kepemilikan Korut atas dollar bisa mengering sekitar Oktober jika sanksi internasional terus berlanjut. Sedangkan Kim Byung-yeon, seorang profesor ekonomi di Seoul National University dan penulis "Unveiling the North Korea Economy", memperkirakan mata uang asing yang dimiliki oleh pemerintah Korut saat ini bisa mencapai US$ 3 miliar sampai US$ 7 miliar.