KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korea Utara kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah Pemimpin Tertingginya, Kim Jong Un, memberikan peringatan keras terhadap Amerika Serikat terkait meningkatnya risiko perang termonuklir. Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea (Korean Central News Agency, KCNA), Kim menuduh kebijakan AS sebagai agresif dan bermusuhan, yang menurutnya telah mendorong dunia menuju situasi kritis yang dapat berujung pada konflik paling destruktif dalam sejarah umat manusia.
Situasi Krisis di Semenanjung Korea
Kim Jong Un menyatakan bahwa semenanjung Korea berada dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ia menegaskan bahwa risiko pecahnya perang termonuklir saat ini semakin nyata, terutama akibat konfrontasi tajam antara pihak-pihak yang bertikai.
Baca Juga: Rusia Tembakkan Rudal Balistik Pertama Kalinya dalam Invasi Skala Penuh ke Ukraina Menurutnya, negosiasi yang telah dilakukan sebelumnya dengan Washington tidak menghasilkan apa-apa selain memperkuat keyakinan Korea Utara bahwa Amerika Serikat memiliki kebijakan yang mendominasi serta tidak berubah dari sifatnya yang agresif. Dalam pidatonya di sebuah pameran militer di Pyongyang, Kim menegaskan bahwa Korea Utara akan terus memperkuat kemampuan strategisnya untuk menghadapi ancaman nuklir Amerika Serikat. Modernisasi dan penguatan pangkalan misil strategis disebut sebagai prioritas utama untuk menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
Keterlibatan Korea Utara dalam Konflik Rusia-Ukraina
Ketegangan antara Korea Utara dan negara-negara Barat semakin meningkat setelah laporan tentang pengiriman lebih dari 10.000 tentara Korea Utara ke garis depan Rusia dalam perang melawan Ukraina. Tindakan ini mendapat kecaman keras dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, termasuk Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Dalam sebuah pernyataan bersama, para menteri luar negeri dari beberapa negara mengecam kerja sama militer yang meningkat antara Korea Utara dan Rusia. Mereka menyoroti pelanggaran terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk ekspor dan pembelian misil balistik Korea Utara oleh Rusia. Pernyataan tersebut juga mengkhawatirkan potensi transfer teknologi terkait nuklir dan misil balistik antara kedua negara.
Baca Juga: Kim Jong Un Sebut Perilaku Agresif AS Bisa Memicu Perang Nuklir Respons Amerika Serikat dan Sekutu
Amerika Serikat, melalui Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mengutuk tindakan Korea Utara yang dianggap melanggar hukum internasional. Blinken menyoroti peluncuran misil balistik jarak jauh Korea Utara yang melewati wilayah Jepang pada Oktober lalu sebagai tindakan provokatif dan berbahaya. Administrasi Presiden Joe Biden berupaya untuk meningkatkan kerja sama trilateral dengan Korea Selatan dan Jepang dalam rangka memperkuat pertahanan bersama. Langkah ini dimaksudkan untuk menghalau ancaman serta, jika diperlukan, membela diri dari agresi yang dilakukan oleh Korea Utara.
Perspektif Sejarah dan Masa Depan Hubungan AS-Korea Utara
Sejak pertemuan bersejarah antara Kim Jong Un dan mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2018, hubungan antara kedua negara tetap penuh dinamika. Trump, yang menjadi presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara pada 2019, mengklaim bahwa dirinya telah "sebagian besar menyelesaikan" ketegangan antara kedua negara. Namun, pernyataan ini dibantah oleh Korea Utara, yang menyatakan bahwa sikap Washington tetap dianggap bermusuhan. Kim Jong Un menegaskan bahwa perubahan administrasi di Amerika Serikat tidak memengaruhi pandangan Korea Utara terhadap negara tersebut. Washington tetap dianggap sebagai kekuatan yang bermusuhan, yang bersama sekutunya terus menjalankan kebijakan agresif terhadap Korea Utara.
Baca Juga: Kim Jong Un Serukan Militer Korea Utara untuk Bersiap Menghadapi Perang Implikasi Geopolitik Global
Ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat tidak hanya memengaruhi stabilitas di kawasan Asia Timur, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap keamanan global.
Dengan meningkatnya eskalasi di Ukraina, hubungan antara Korea Utara dan Rusia semakin mengkhawatirkan bagi negara-negara Barat. Kerja sama militer di antara kedua negara ini tidak hanya melanggar resolusi PBB, tetapi juga memperburuk situasi geopolitik dunia.
Editor: Handoyo .