KONTAN.CO.ID - Laporan terbaru dari Kementerian Unifikasi Korea Selatan menunjukkan bahwa jumlah warga Korea Utara yang meragukan kepemimpinan Kim Jong Un. Melansir
Yonhap, laporan yang dirilis hari Selasa (6/2) tersebut berisi 280 halaman yang merangkum wawancara mendalam dengan 6.351 pembelot Korea Utara yang dilakukan antara tahun 2013 dan 2022. Data menunjukkan bahwa 43,8% pembelot Korea Utara menganggap pengambilan kekuasaan oleh Kim Jong Un tidak pantas. Hal tersebut dirasakan saat mereka masih tinggal di Korea Utara.
Di antara mereka yang kabur dari Korea Utara antara tahun 2016 dan 2020, sekitar 56,3% juga kompak memberikan penilaian negatif terhadap performa Kim sebagai pemimpin negara. Baca Juga:
Kim Jong Un Minta Angkatan Laut Korea Utara Terus Siapkan Kemampuan Perang "Sentimen negatif masyarakat terhadap sistem kepemimpinan berbasis 'garis keturunan Paektu' semakin meningkat dan persepsi ini tampaknya semakin kuat sejak Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan (tahun 2011)," tulis laporan tersebut. Kendali atas negara Korea Utara didasarkan pada propaganda "garis keturunan Paektu", merujuk pada Gunung Paektu yang menjadi puncak tertinggi di Semenanjung Korea yang dianggap sakral. Selama sekian dekade rakyat Korea Utara meyakini bahwa ayah Kim Jong Un, Kim Jong Il, lahir di Gunung Paektu. Kenyataannya, Kim Jong Il lahir di kota Khabarovsk, Rusia. Terkait kekuasaan dinasti tersebut, hampir 55% pembelot Korea Utara yang kabur antara tahun 2016 dan 2020 merasa kekuasaan keluarga tersebut menunjukkan tren negatif. Baca Juga:
Ilmuwan Nuklir: Situasi di Semenanjung Korea Lebih Berbahaya Sejak Juni 1950 Bagi mereka yang kabur antara tahun 2011 dan 2015, 42,6% di antaranya juga memberi nilai buruk kepada kekuasaan keluarga Kim.
Beberapa tahun terakhir Kim Jong Un kerap membawa putrinya, Kim Ju Ae, ke beragam kegiatan kenegaraan, termasuk kunjungan ke pabrik-pabrik senjata. Badan Intelijen Nasional Korea Selatan menduga Ju-ae akan menjadi kandidat terkuat pengganti Kim Jong Un di masa depan. Ekonomi Korea Utara memang semakin memburuk di bawah pemerintahan Kim. Korea Utara menderita kekurangan pangan akut akibat sanksi PBB terkait program nuklir dan rudal. Menurut data Bank of Korea, perekonomian Korea Utara mungkin mengalami kontraksi 0,2% per tahun pada tahun 2022, menandai penurunan selama tiga tahun berturut-turut.