JAKARTA. Proses merger (regrouping) antara dua BUMN farmasi, PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) semakin mendekati kenyataan. Kementerian BUMN sudah mengeluarkan surat S194/MBU/D5/2012 yang meminta kedua perusahaan segera duduk bersama membicarakan rencana ini. Sektertaris Korporat PT Indofarma Tbk, Ahdia Amini tahu soal surat ini. Namun, untuk membicarakan merger lebih serius lagi, kedua perusahaan harus terlebih dulu menyelesaikan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemungkinan bakal berlangsung bulan ini. "Nanti, setelah RUPS kedua perusahaan ini selesai, baru memasuki pembicaraan lebih serius," katanya akhir pekan lalu. Maklum, dalam pembicaraan lebih serius nanti, selain diminta merancang rencana bisnis masing-masing perusahaan, kedua perusahaan farmasi plat merah ini juga diminta mengevaluasi studi kelayakan penggabungan dua perusahaan ini.
Evaluasi studi kelayakan merger tersebut penting supaya kedua perusahaan bisa menentukan langkah terbaik guna mencapai hasil yang optimal. "Tujuannya jelas kedua perusahaan bisa meningkatkan bisnis secara optimal setelah bisnis terintegrasi. Ini yang kami pilih," katanya. Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk Sjamsul Arifin mengatakan, penggabungan ini akan menghasilkan konsolidasi yang bagus bagi kedua perusahaan. Tahun ini, Kimia Farma menargetkan penjualan senilai Rp 4 triliun. Bila proses merger terealisasi tahun ini, kedua perusahaan bisa mencatatkan penjualan gabungan antara Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun. Dengan proses merger ini, lanjutnya, peluang untuk memperbesar pasar semakin terbuka lebar. Terlebih pasar farmasi di Indonesia masih memberikan peluang yang besar untuk membuncit. Pasalnya konsumsi obat per kapita di Indonesia saat ini baru US$ 5 per tahun. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah mencapai US$ 20 per tahun. Bahkan di Singapura, negeri dengan jumlah penduduk lebih kecil, sudah mencapai US$ 30 per tahun.