Kimia Farma Memasang Target Penjualan Rp 3,3 Triliun



JAKARTA. Rencana pemerintah mengucurkan anggaran subsidi obat generik senilai Rp 4 triliun tahun ini, akan menolong kantong PT Kimia Farma Tbk. Maklum Kimia Farma merupakan salah satu BUMN farmasi yang memproduksi obat generik. perusahaan farmasi pelat merah ini berani menaikkan target penjualan hingga 27% menjadi Rp 3,3 triliun tahun ini.

Pada Desember 2008, Kimia Farma mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk meninjau kembali harga Obat Generik Bermerek (OBG). Alasannya, pemerintah menetapkan harga OGB saat rupiah masih berada di level Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Sekarang rupiah berada pada kisaran Rp 11.000 per dolar AS.

Selama tahun lalu, emiten yang memiliki kode saham KAEF ini memperkirakan bisa membukukan penjualan Rp 2,6 triliun. Direktur Utama Kimia Farma Syamsul Arifin memperkirakan, laba bersih KAEF 2008 akan mencapai sekitar Rp 58 miliar sampai Rp 59 miliar.


Perkiraan Syamsul, laba tahun ini laba bersih tak jauh beda dengan 2008, kendati target penjualan naik 27%. Alasannya, beban operasional produksi obat makin meningkat seiring penguatan kurs dolar AS terhadap rupiah.

Maklum saja, KAEF masih mengimpor hampir 80% bahan baku obat. "Kenaikan kurs menyebabkan ongkos produksi meningkat," ujarnya ke KONTAN, kemarin (11/2).

Untuk menekan ongkos operasionalnya, KAEF tak banyak berekspansi tahun ini. Di tahun kerbau ini, KAEF hanya akan membangun sekitar 20 apotek lagi. Biaya pembangunan satu apotek sekitar Rp 800 juta sampai Rp 2 miliar. Dus, KAEF mesti menyiapkan dana sekitar Rp 16 miliar sampai Rp 40 miliar.

Syamsul menjelaskan, perusahaannya akan mengambil dana kas internal guna membiayai sebagian kebutuhan dana pembangunan apotek. Kekurangannya akan ia tutup dari hasil penjualan sebagian aset KAEF. "Masih kami kalkulasi totalnya," imbuhnya.

Guna menggenjot angka penjualan, KAEF juga akan melakukan diversifikasi produk. Misalnya, ia akan memproduksi obat-obatan tertentu yang lebih spesifik.

Analis BNI Sekuritas Akhmad Nurcahyadi menilai pertumbuhan pasar farmasi masih stagnan. Minimnya tingkat kesadaran masyarakat dan rendahnya daya beli membuat pasar farmasi tak berkembang. "Industri farmasi berbeda dengan industri lain karena produk dan pasarnya segmented," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie