Kimia Farma mencari pinjaman Rp 400 miliar



JAKARTA. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) tengah mencari pinjaman perbankan sekitar Rp 400 miliar. Saat ini, KAEF menjajaki kemungkinan mendapat pinjaman dari sejumlah bank pemerintah dan bank swasta, seperti Bank OCBC NISP, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ dan Bank Central Asia.

Rusdi Rosman, Direktur Utama KAEF optimistis, emiten farmasi itu bisa mendapatkan pinjaman yang dibutuhkan. Alasan Rusdi, nilai utang KAEF cuma Rp 16 miliar. Di sisi lain, KAEF masih kas sekitar Rp 100 miliar.

Pinjaman tersebut nantinya akan digunakan untuk menutupi anggaran ekspansi KAEF selama dua tahun mendatang yang sebesar Rp 1,3 triliun.Beberapa agenda ekspansi KAEF, seperti memperbaiki lima pabrik, agar bisa mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). "Kebutuhan dananya sekitar Rp 300 miliar untuk dua tahun," kata Jisman Siagian, Direktur Produksi KAEF.


Selain itu KAEF juga akan meningkatkan volume produksi beberapa produknya. KAEF ingin meningkatkan produksi tablet dan kapsul sebanyak dua kali lipat. Saat ini produksi tablet KAEF sebanyak 3 miliar per tahun dan produksi kapsul sekitar 1 miliar per tahun. KAEF juga akan menambah produk baru seperti injeksi dan infus.

Kebutuhan dana ekspansi KAEF sebenarnya akan ditutupi dari rencana penerbitan saham baru atau rights issue. Namun, rights issue yang disetujui pemerintah diperkirakan hanya bisa memenuhi keperluan dana ekspansi sekitar Rp 700 miliar.

Kondisi tersebut berimbas terhadap pembayaran dividen tahun buku 2011. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar kemarin (24/5), KAEF hanya diizinkan untuk membayarkan dividen senilai Rp 6,19 per saham, dengan nilai total Rp 34,35 miliar.

Jumlah itu mencerminkan rasio pembayaran dividen 20% dari laba bersih 2011 yang senilai Rp 171,77 miliar. Jika merujuk pada harga KAEF kemarin yang ditutup di level Rp 550 per saham, imbal hasil dividen yang diterima investor sebesar 1,13%.

KAEF mengalokasikan Rp 130,54 miliar atau 76% dari laba bersih 2011 untuk pos laba ditahan. "Kebutuhan dana untuk ekspansi yang besar membuat jumlah dividen hanya 20%," jelas Rusdi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri