KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) masih rentan melemah karena harga batubara diproyeksi relatif datar dan penjualan ekspor yang terbatas. Permintaan dari China dan India diharapkan mulai pulih, dan juga potensi dari permintaan energi untuk pembangunan pusat data (data center). Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan mengatakan, saat ini lebih menyukai ADRO di antara perusahaan-perusahaan batubara yang diliput oleh Mirae Asset. Pilihan ini didasarkan kinerja ADRO yang relatif lebih kuat pada kuartal pertama, didukung oleh biaya tunai yang relatif lebih rendah dan lebih mudah dikelola. Di samping itu, mengingat harga input terutama bahan bakar, tetap relatif stabil di kuartal kedua 2024, maka ADRO diharapkan dapat mempertahankan tingkat margin kasnya.
“Kami mendukung ADRO karena kinerjanya yang unggul, didukung oleh biaya kas yang lebih rendah dan lebih mudah dikelola,” kata Rizkia kepada Kontan.co.id, Senin (19/8). Secara umum, Rizkia memperkirakan produksi batubara domestik akan membaik pada kuartal ketiga seiring dengan kondisi cuaca yang lebih bersahabat. Di mana, produksi batubara nasional pada kuartal kedua lalu hanya mencapai 189 juta ton atau turun 7% qoq, kemungkinan karena tertundanya cuaca kering di wilayah-wilayah utama seperti Sumatra dan Kalimantan.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Adaro Energy (ADRO) di Tengah Prospek Kenaikan Harga Batubara Namun tren ekspor batubara beralih ke wilayah Asia Utara yakni Jepang, Vietnam, Taiwan, dan Filipina diperkirakan masih berlanjut hingga akhir tahun, karena pertumbuhan impor Tiongkok yang lebih lambat dan berkurangnya ketergantungan pada batubara Indonesia. Dan juga, India tetap menjadi tujuan ekspor yang signifikan Selain itu, konsumsi batubara domestik mungkin akan lebih tinggi tahun ini dibandingkan konsumsi dari luar negeri yang diperkirakan lebih terbatas. Sebagai gambaran, konsumsi batubara domestik Indonesia naik 13% YoY menjadi 176 juta ton pada semester I-2024, didorong oleh konsumsi energi yang lebih tinggi dan peningkatan aktivitas hilir. Dari sisi harga, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan harga batubara Newcastle akan bergerak datar pada kuartal ketiga 2024, berkisar antara US$ 130 per ton – US$ 140 per ton. Berdasarkan pola historis, harga batubara mungkin naik mulai September karena importir utama memasuki musim dingin. Rizkia memaparkan, pada semester pertama tahun 2024, harga acuan batubara Newcastle rata-rata US$ 132 per ton, tetap relatif sejalan dengan asumsi dasar. Untuk harga bulanan rata-rata pada Juni 2024 adalah US$133 per ton, turun 7% Month on Month (MoM) dari rata-rata bulanan Mei sebesar US$ 143 per ton. Meskipun demikian, Rizkia menuturkan, di tengah produksi yang diperkirakan akan membaik dan pertumbuhan permintaan domestik akan tetap kuat pada kuartal mendatang, pertumbuhan ekspor mungkin masih terbatas dibandingkan tahun lalu. Selain itu, harga batubara diproyeksi akan tetap relatif datar. Sebagai informasi, berdasarkan tahun fiskal 2023, negara tujuan ekspor batubara terbesar dari Adaro Energy (ADRO) adalah negara di wilayah Asia Tenggara. Rinciannya, tujuan penjualan Grup Adaro terbesar adalah Indonesia sebesar 25%, kemudian Asia Tenggara sebesar 22%, China 21%, Asia Timur laut 20%, dan India 12%. Sementara itu, Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo menyematkan peringkat
overweight untuk sektor batubara. Optimisme itu sejalan dengan permintaan Tiongkok dan India untuk pembangkit listrik yang diharapkan meningkat pada paruh kedua tahun 2024 dan 2025.
Ditambah dengan meningkatnya permintaan energi dari pusat data (data center) secara global, khususnya di negara-negara Asia Tenggara. Oleh karena itu, permintaan batubara diperkirakan akan meningkat yang dapat berdampak pada volatilitas yang lebih rendah harga batubara dalam jangka pendek hingga menengah. Mengingat prospek ini, Ciptadana Sekuritas mempertahankan harga acuan batubara untuk tahun 2024 pada level US$130 per ton. Di sisi lain, sambil meningkatkan harga acuan batubara untuk tahun 2025 – 2026 masing-masing direvisi lebih tinggi sebesar 18,2% dan 22,2% menjadi US$130 per ton dan US$ 110 per ton. Di tengah sentimen positif masih menghangatkan sektor batubara, Thomas menyoroti bahwa ADRO masih menjadi pilihan utama di sektor ini. Hal tersebut didasarkan ADRO yang memiliki imbal hasil dividen 2025 yang menarik sebesar 10,5% serta masa cadangan yang cukup, portofolio yang beragam, dan sistem penambangan yang terintegrasi. Untuk estimasi kinerja operasional dan raihan laba ADRO tahun ini tetap dipertahankan dari target awal. ADRO kemungkinan mencetak pendapatan dan laba bersih masing-masing sebesar US$ 5,46 miliar dan US$ 1,31 juta. Sementara itu, menyusul perubahan harga acuan batubara yang dipatok lebih tinggi, maka harga jual batubara ADRO diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025-2026. Di sisi lain, biaya tunai (cash cost) ADRO diproyeksi lebih tinggi karena sebelumnya dianggap terlalu konservatif.
Baca Juga: Harga Komoditas Kembali Membara, Cermati Rekomendasi Saham Emiten Batubara “Oleh karena itu, kami menaikkan peringkat pada sektor batubara menjadi overweight, dengan ADRO sebagai pilihan utama kami,” ungkap Thomas dalam riset 9 Agustus 2024. Adapun Thomas merekomendasikan beli untuk ADRO dengan target harga lebih tinggi sebesar Rp 3.650 per saham dari sebelumnya Rp 3.400 per saham. Sedangkan, Rizkia menyarankan
hold untuk ADRO dengan target harga sebesar Rp 2.900 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari