Kinerja bank asing dan swasta asing masih positif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja bank asing dan swasta milik asing sampai dengan paruh pertama masih menunjukan tren positif. Citibank Indonesia misalnya, per semester I-2018 mencatatkan pertumbuhan kredit cukup tinggi, sebesar 19% secara year on year (yoy) menjadi Rp 47,5 triliun. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Citibank juga ikut terkerek naik 15% yoy menjadi Rp 58,25 triliun di paruh pertama.

CEO Citibank Indonesia, Batara Sianturi menjelaskan ada empat sektor pendorong pertumbuhan kredit. Antara lain, sektor perantara keuangan, pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.

Meski begitu, seiring dengan pertumbuhan kredit, laju rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perseroan ikut mengalami peningkatan. Tercatat sampai semester I-2018 NPL Citibank Indonesia ada di level 2,34% atau naik dari posisi tahun sebelumnya 2,26% secara gross.


Sebagai upaya menekan laju NPL, pihaknya menyebut pada semester I-2018 Citibank sudah memupuk pencadangan lebih tinggi dari periode tahun sebelumnya.

Alhasil, laba bersih Citibank pun tergerus cukup dalam atau susut 36% yoy dari Rp 1,35 triliun menjadi Rp 835 miliar di semester I 2018.

Kendati demikian, Batara optimis di semester II-2018 permintaan kredit masih tetap terbuka. Pihaknya juga tidak merubah target pertumbuhan kredit dan DPK sebesar 8% pada tahun ini.

"Kami masih dalam posisi yang baik untuk dapat terus mendukung aspirasi pertumbuhan nasabah kami serta memperdalam hubungan jangka panjang dengan mereka," ujarnya di Jakarta, Senin (13/8).

Selain Citibank, PT Bank OCBC NISP Tbk milik Grup OCBC asal Singapura turut mencatatkan kinerja positif.

Hingga semester I-2018, OCBC NISP berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,3 triliun dari Rp 1,1 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu atau tumbuh 18% secara tahunan. Peningkatan laba bersih utamanya ditopang oleh kenaikan realisasi kredit perseroan.

Tercatat, kredit OCBC NISP tumbuh 16% yoy per Juni 2018 menjadi Rp 116,9 triliun dibandingkan posisi tahun sebelumnya sebesar Rp 100,6 triliun. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, OCBC NISP juga berhasil mempertahankan pertumbuhan DPK sebesar 13% yoy dari Rp 106,2 triliun di semester I-2017 menjadi Rp 120,5 triliun pada periode yang sama di tahun 2018.

Kualitas kredit bank berkode emiten NISP ini juga terjaga dengan rasio NPL di level 1,8%, turun dari posisi tahun lalu yang sebesar 1,88%.

Berkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut, OCBC NISP berhasil mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 19% pada semester I-2018 menjadi Rp 170,3 triliun dari Rp 143,4 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Melihat kinerja yang kinclong ini, Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan sampai akhir tahun pihaknya memproyeksi rata-rata pertumbuhan sebesar 10%.

"Kami masih optimis di double digit tapi lebih paruh bawah double digit untuk kredit," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (13/8).

Alih-alih terus menggenjot kredit, Parwati menegaskan dalam menjalankan fungsi intermediasinya OCBC NISP akan terus menjaga NPL sebagai fokus utama.

Utamanya, dikarenakan adanya potensi peningkatan NPL yang disebabkan oleh perkembangan global dengan perang datang. Ditambah kondisi makro Indonesia yang belum stabil, dibarengi dengan pelemahan kurs mata uang Rupiah serta kenaikan suku bunga yang berpotensi membuat likuiditas mengetat.

Bank swasta asing lainnya, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk juga mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 1,37% menjadi Rp 2,01 triliun.

Dalam paparannya tempo lalu, Direktur Keuangan Bank Danamon Satinder Ahluwalia mengatakan penurunan laba tersebut disumbang oleh penurunan portofolio kredit mikro perseroan.

Laba bersih sebenarnya bukan turun tapi stabil, ini karena portofolio mikro turun. Kalau ada penurunan portofolio ini maka revenue (pendapatan) jadi tidak bisa naik. Tapi untuk segmen lain sebenarnya naik," katanya.

Catatan perseroan menunjukan sampai akhir Juni 2018 total penyaluran kredit mikro sebesar Rp 4,5 triliun, jauh lebih rendah dari posisi setahun lalu yang mencapai Rp 7 triliun-Rp 8 triliun.

Meski begitu, realisasi kredit dan trade finance perseroan tumbuh 4% secara yoy menjadi Rp 133,9 triliun. Sementara NPL tercatat naik dari 3,2% di menjadi 3,3% pada paruh pertama 2018 secara tahunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko