JAKARTA. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (
ROTI) mencari pendanaan baru. Produsen roti bermerek Sari Roti ini menggelar penawaran umum berkelanjutan (PUB) I tahap II sebesar Rp 500 miliar. Surat utang tersebut memberikan bunga 10% per tahun dengan tenor 5 tahun.
ROTI akan menggunakan Rp 340 miliar atau 68% dana obligasi untuk membayar pinjaman kepada Bank Central Asia (BCA). Utang tersebut memiliki bunga 10,25% per tahun, dengan jangka waktu enam tahun. Kemudian, manajemen
ROTI akan memanfaatkan Rp 160 miliar atau 32% dana hasil penerbitan obligasi untuk meningkatkan kapasitas pabriknya.
Analis Samuel Sekuritas Tiesha Narandha Putri, dalam riset pada 15 Februari, menulis bahwa
ROTI menambah utang baru untuk pembiayaan kembali kewajibannya alias refinancing sehingga net gearing
ROTI akan turun dari sebelumnya 56% pada tahun lalu, menjadi 49% di tahun ini. Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto menilai, penerbitan surat utang itu tidak membebani kinerja perseroan itu. "Penerbitan obligasi tersebut berdampak positif," ungkap dia. Alasannya, pertama,
ROTI menggunakan dana hasil penerbitan obligasi untuk membayar utang. Apalagi, kupon yang diberikan lebih murah ketimbang bunga utang yang akan dibayarkan. David menyebut, rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER)
ROTI berada di posisi 1,31x. Namun, penambahan surat utang ini tidak akan membebani kondisi DER perusahaan tersebut. Kedua, rencana
ROTI mengembangkan kapasitas pabrik melalui dana obligasi terbilang berprospek bagus. Di sisi lain, ada peningkatan gaya hidup masyarakat yang bisa mendukung penjualan produk Sari Roti. Awalnya, Tiesha melihat adanya tantangan dengan masuknya produsen makanan asal Jepang, Yamazaki Baking Co, ke pasar lokal. Namun, peluncuran produk Yamazaki yang menggandeng Alfamart ternyata tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya. Yamazaki telah meluncurkan 12 produk di bawah merek MyRoti. Skala produksinya masih di bawah Sari Roti dengan saluran distribusi yang masih terbatas di Jakarta. Kinerja
ROTI Analis Sinarmas Sekuritas Wilbert Ham pun tak menganggap MyRoti sebagai ancaman Sari Roti. Dalam risetper 30 Januari 2015, Wilbert menyebut bahwa manajemen
ROTI mengestimasi penjualan di tahun lalu tumbuh 25% menjadi Rp 1,88 triliun. K emudian, gross profit margin (GPM)
ROTI tetap kuat di level 48%, yang merupakan GPM tertinggi dalam lima tahun terakhir. Nah, kondisi ini didorong oleh penurunan harga tepung. Wilbert memandang potensi
ROTI untuk terus mengembang masih terbuka.
Di tahun ini, Wilbert memproyeksikan, pendapatan
ROTI mencapai Rp 2,35 triliun dengan laba bersih Rp 257 miliar. Adapun, David memperkirakan, pendapatan
ROTI tumbuh di atas 20% dan kenaikan labanya melebihi 30%. Sedangkan, Tiesha menurunkan target kinerja
ROTI karena besarnya biaya ekspansi pabrik. Menurut dia,
ROTI akan mengantongi pendapatan Rp 2,38 triliun dan laba Rp 260 miliar di tahun ini. Tapi, ketika pabriknya rampung, kinerja ROTI akan meningkat dan mampu meraup untung lebih besar. Harga saham
ROTI kemarin ditutup turun 3,72% menjadi Rp 1.165 per saham. Tiesha menyarankan
buy ROTI dengan target Rp 1.435 per saham dengan price earning (PE) 28x. David juga merekomendasikan
buy ROTI dengan target Rp 1.500. Adapun, Wilbert memasang
hold dengan target harga Rp 1.520. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa