Kinerja di atas IHSG, reksadana indeks dan ETF kian populer



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk reksadana berjenis indeks dan exchange traded fund (ETF) mulai populer. Berdasarkan data Infovesta Utama, di sepanjang tahun ini penerbitan reksadana indeks dan ETF baru, mencapai rekor jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan penerbitan kedua reksadana tersebut di tahun-tahun sebelumnya.

Infovesta mencatat, ada 22 produk reksadana berjenis indeks dan ETF baru yang dirilis para manajer investasi (MI). Sebagai perbandingan jumlah produk baru yang diluncurkan pada tahun 2017,2016,dan 2015 masing-masing sebanyak 12 produk, empat produk dan satu produk baru.

Meningkatnya pertumbuhan jumlah produk reksadana indeks dan ETF baru di tahun ini tentu disokong dari meningkatnya minat manajer investasi (MI) untuk menerbutkan produk berjenis indeks dan ETF. Hal ini terlihat dari kenaikan jumlah manajer investasi yang ikut berkontribusi dalam penerbitan kedua jenis reksadana tersebut.


Di tahun ini, Infovesta mencatat terdapat 16 manajer investasi yang merilis produk reksadana indeks dan ETF. Jumlah ini meningkat drastis bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017, semisal, paling banyak hanya delapan manajer investasi yang ikut berkontribusi dalam menerbitkan reksadana indeks dan ETF.

Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, alasan para MI marak menerbitkan reksadana indeks dan ETF adalah karena memang ada permintaan dari investor. "Dengan bertambahnya produk reksadana indeks dan ETF berarti minat investor akan produk tersebut ada dan direspons oleh MI," kata Edbert. Meskipun, dari jumlah dana kelolaan di industri reksadana, jenis reksadana saham dan terproteksi masih mendominasi.

Semakin populernya reksadana indeks dan ETF juga bisa terlihat dari jumlah dana kelolaan. Indra M. Firmansyah, Director & Head of Investment Pinnacle Investment mencatat, dana kelolaan reksadana ETF mencapai Rp 5,7 triliun atau naik 96% dibanding tahun lalu. Sedangkan, dana kelolaan reksadana indeks berbasis saham mencapai Rp 5,2 triliun atau naik 30% dibanding tahun lalu.

Menurut Indra, selain karena transaksi reksadana ETF lebih mudah dan transparan, produk reksadana ETF dan indeks cenderung memberikan imbal hasil yang jauh lebih konsisten dibandingkan produk-produk reksadana dengan pengelolaan aktif.

Contohnya, tahun 2017, mayoritas dari 240 produk reksadana saham di Indonesia berkinerja di bawah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hanya kurang lebih 30 produk reksadana berbasis saham yang bisa mengalahkan IHSG. Kalau dilihat dari 30 produk tersebut hampir semua merupakan produk ETF dan reksadana indeks yang berhasil memberikan return di atas IHSG.

"Untuk mendapatkan alpha di market itu semakin susah dan terbukti kinerja reksadana berbasis saham mayoritas berada di bawah kinerja IHSG di beberapa tahun terakhir," kata Indra. Oleh sebab itu, mungkin investor kini sudah mulai sadar dan gerah akan kinerja reksadana sahamnya yang kurang dan beralih ke produk pasif yang kurang lebih dapat memberikan return yang pasti mirip dengan indeks acuan.

Menurut Direktur Utama PT Ayers Asia Asset Management, Dastin Mirjaya Mudijana, reksadana indeks dan ETF memang menarik untuk diluncurkan guna menjadi pelengkap produk MI.

Edbert menambahkan, memang pertumbuhan dana kelolaan maupun produk baru di Indonesia masih didominasi oleh reksadana saham dan terproteksi. "Jumlah pilihan produk masih relatif terbatas, berbeda dengan di luar negeri yang beberapa produk reksadana indeks dan ETF disana bisa memiliki jumlah dana kelolaan yang lebih besar dari reksadana konvensional," kata Edbert.

Meski saat ini kinerja IHSG masih minus, Indra mengatakan, reksadana ETF dan indeks masih menarik untuk dimiliki, terutama bagi investor yang masih ingin memiliki investasi di saham. "Ke depan, kami proyeksikan ETF bisa memberikan value added yang jauh lebih banyak dibanding produk reksadana konvensional," kata Indra.

Apalagi, di tengah gejolak pasar global dan jelang Pemilu 2019, volatilitas pasti akan terjadi di pasar. "Dengan ETF investor dapat memanfaaatkan momentum tersebut; karena dengan ETF investor dapat melakukan pembelian selama jam bursa dan mendapatkan NAV secara real time. Berbeda dengan produk reksadana konvensional yang mendapatkan closing NAV," tambah Indra.

Acuan indeks untuk produk reksadana ETF dan reksadana indeks juga semakin beragam dan menarik. Selain acuan indeks lokal seperti LQ45, IDX30 dan Sri Kehati, saat ini melalui produk ETF Pinnacle FTSE Indonesia, reksadana ETF jadi ada yang mengacu pada indeks FTSE Indonesia yang berkolaborasi dengan FTSE Russell sebagai penyedia indeks global terkemuka di dunia.

Dastin menambahkan, justru disaat IHSG masih terkoreksi, inilah waktu yang tepat investor untuk akumulasi beli. Reksadana indeks dan ETF cocok bagi investor dengan skala investasi jangka panjang.

Dastin optimistis seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih akan bertumbuh, kinerja reksadana indeks dan ETF akan mengikuti dalam mencetak return ganda.

Senada, Edbert mengatakan pertumbuhan ekonomi domestik selalu terbuka. Apalagi kini kondisi pasar modal lebih positif setelah ada prospek kenaikan suku bunga di tahun depan tidak akan seagresif seperti di tahun ini.

Untuk tujuan investasi jangka panjang, potensi pertumbuhan imbal hasil reksadana indeks dan ETF akan cukup besar dengan valuasi IHSG saat ini yang murah. "Jangka pendek memang masih banyak sentimen yang tidak pasti, tetapi kalau jangka panjang potensi pertumbuhan bagus, mungkin inilah yang jadi daya tarik reksadana indeks dan ETF," kata Edbert.

Untuk tahun depan, Edbert memproyeksikan kinerja reksadana yang berbasis saham berpotensi tumbuh secara konservatif di 8%-9%. "Bagi investor yang percaya dalam jangka panjang IHSG masih akan tumbuh dan tidak mau pusing memilih sektor apa yang sedang bagus bisa pilih berinvestasi di reksadana indek," kata Edbert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat