Kinerja Diprediksi Stagnan, Simak Rekomendasi Saham Astra Agro Lestari (AALI)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) diperkirakan akan stagnan di tahun 2024. Hal ini terkait fokus AALI yang tengah melakukan penanaman kembali alias replanting sejumlah tanaman sawit yang usianya sudah lewat masa produktif.

Vice President Investor Relation & Public Affairs AALI, Fenny Sofyan mengatakan, AALI menargetkan replanting seluas 4.000 - 5.000 hektare setiap tahunnya. Per Juli 2024, AALI baru melakukan replanting untuk sekitar 3.000 hektare.

“Namun, per Juli 2024 ini jumlah replanting memang lebih tinggi 38% dari tahun lalu,” ujarnya saat ditemui Kontan di Menara Astra, Rabu (18/9).


Jumlah lahan AALI yang dilakukan replanting diperkirakan masih akan bertambah hingga 4.000 hektare di akhir tahun 2024. Selain itu, AALI juga menjaga jumlah tanaman sawit yang menghasilkan, sehingga proses replanting tidak mengganggu produksi perseroan secara keseluruhan.

Namun, AALI juga masih menunggu kondisi cuaca di sisa tahun ini, khususnya cuaca akibat La Nina.

“Kalau curah hujannya tinggi, lahan yang di-replanting kemungkinan tidak terlalu banyak karena akan terkendala,” kata Fenny.

Baca Juga: Begini Strategi AALI Hadapi Sejumlah Tantangan di Tahun 2024

AALI juga menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi tantangan di tahun 2024. Misalnya, soal kebijakan larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi oleh Uni Eropa (UE) dan India yang tengah mempertimbangkan kenaikan pajak impor minyak nabati.

Asal tahu saja, Asosiasi Minyak Sawit Indonesia mengingatkan akan adanya gangguan rantai pasokan global jika UE melanjutkan larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi tahun ini. UU Deforestasi UE (EUDR) sendiri akan berlaku pada 30 Desember 2024 mendatang.

Selain itu, melansir laporan Reuters pada Minggu (1/9) lalu, India tengah mempertimbangkan kenaikan pajak impor minyak nabati untuk melindungi petani lokal yang tertekan harga minyak biji-bijian yang lebih rendah. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi permintaan dan pembelian minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari dari luar negeri.

Fenny mengatakan, ekspor AALI saat ini dilakukan lebih banyak ke India dan China. Sementara, AALI tidak melakukan ekspor secara langsung ke pasar EU. Ekspor ke pasar EU dilakukan pihak ketiga yang membeli produk sawit AALI.

“Penjualan CPO ke India banyaknya dan produk turunan sawitnya itu ke China. Sementara, kalau ke UE, ada indirect buyer. Jadi, harus kami telusuri dahulu seperti apa ketentuan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk masuk pasar UE,” ujarnya.

Di sisi lain, AALI sendiri menerapkan strategi penjualan oportunistik. Jika tuntutan standarisasi dari UE atas produk yang dimiliki AALI ternyata terpenuhi, perseroan tentu akan menggali potensi tersebut lebih dalam.

Namun, tanpa adanya standarisasi dari EUDR prinsip keberlanjutan akan tetap dijalankan oleh AALI ke depan. Hal ini termasuk tidak dilakukannya pembukaan lahan baru sejak tahun 2015. 

“Memang komitmen kami tidak akan buka lahan baru,” kata Fenny.

Baca Juga: Astra Agro Lestari (AALI) Akan Bagikan Dividen Interim Tahun 2024, Berapa Besarnya?

Selain itu, petani yang menyalurkan hasil panen ke AALI juga sudah 100% terlacak. Hal ini terkait dengan standar traceability produksi sawit dari EUDR.

Lalu, ada juga tantangan terkait kebijakan biodiesel 40% alias B40 yang akan dicanangkan pemerintah. Asal tahu saja, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, program mandatori biodiesel B40 atau bauran solar dengan 40% bahan bakar nabati (BNN) berbasis minyak sawit akan dirilis awal tahun depan. 

Pada tahun 2025, penerapan biodiesel B40 akan dilakukan sebagai kelanjutan B35 yang sudah berlaku tahun sebelumnya. 

Fenny menuturkan, AALI tak memproduksi langsung produk sawit menjadi biodiesel. Tetapi, AALI mendukung program ini karena berkait dengan prinsip berkelanjutan yang dijalankan perseroan.

“Namun, kebijakan hilir ini harus didukung dengan pembenahan di hulu. Sehingga, produktivitas dari petani bisa memenuhi kebutuhan itu,” ungkapnya.

Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Tasrul Tanar melihat, harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) masih bisa naik. Harga CPO saat ini bergerak dalam tren naik jangka pendek yang relatif lemah, yang terbentuk selama 30 hari perdagangan terakhir.

Menurut Tasrul, Indikator Stochastic%D Optimized terus mengalami tren turun, sementara indikator RSI Optimized dan W%R Optimized terus mengalami tren naik. 

Sebagai catatan, melansir Trading Economics, harga CPO sekarang ada di level MYR 3.849 per ton. Harga ini sudah naik 3,44% dalam sebulan.

“Harga berupaya untuk naik dari bawah Moving Average Optimized 8 hari, yang menunjukkan bahwa potensi kenaikan lebih lanjut mulai muncul,” ujarnya dalam riset Mirae Asset Sekuritas tertanggal 11 September 2024.

Tasrul merekomendasikan buy on weakness untuk saham AALI dengan target harga Rp 7.250 per saham. Harga saham AALI dilihat tengah ada di fase uptrend, dengan kisaran trading harian di level Rp 6.400 - Rp 6.550 per saham dan bisa cut loos di level Rp 6.375 per saham.

Baca Juga: Fokus Replanting, Astra Agro (AALI) Serap Capex Rp 379 Miliar Hingga Juni 2024

Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe melihat, kinerja AALI masih akan stagnan mengingat perseroan masih melakukan replanting. 

Hal itu akan menjadi hambatan kinerja untuk AALI, meskipun harga CPO tengah naik dan Indonesia memasuki masa panen raya di semester II.

Dengan fokus replanting, AALI mempunyai beban biaya yang tinggi. Apalagi, setelah replanting, AALI akan butuh waktu minimal lima tahun agar tanaman bisa mulai produksi dan berkontribusi ke kinerja perseroan.

Alhasil, kinerja AALI dilihat Kiswoyo masih akan stagnan di kuartal III 2024. Kondisi ini kemungkinan akan bertahan hingga akhir tahun 2024.

“Kebijakan B40 juga hanya akan mengimbangi jumlah penjualan yang kemungkinan berkurang karena kebijakan EUDR,” ungkapnya.

Kiswoyo pun merekomendasi beli saham AALI dengan target harga Rp 7.000 - Rp 7.500 per saham.

 
AALI Chart by TradingView

Selanjutnya: 5 Alasan BI Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat dari The Fed

Menarik Dibaca: Obat Kolesterol Herbal Alami yang Dapat Dicoba, Cek di Sini!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat