KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas masih menjadi instrumen investasi pemberi imbal hasil tertinggi hingga Oktober 2020. Sementara, indeks harga saham gabungan (IHSG) menjadi instrumen investasi paling buntung di periode yang sama. Mengutip
Bloomberg, hingga akhir Oktober harga emas spot naik 23% secara
year to date (ytd). Sementara, emas logam mulia Antam naik 15% ytd. Pertumbuhan kinerja harga emas berbanding terbalik dengan kinerja IHSG yang menurun 19% ytd. Direktur IndoSterling Asset Management Fitzgerald Stevan Purba mengatakan kenaikan harga emas yang unggul berkaitan erat dengan kondisi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.
Di tengah kondisi ini, investor cenderung memilih emas daripada instrumen investasi lainnya yang memiliki risiko lebih tinggi saat ketidakpastian masih akan terus berlangsung.
Baca Juga: Harga emas & nikel stabil, prospek Antam (ANTM) dan Vale (INCO) masih cerah "Titik akhir dari pandemi Covid-19 belum terlihat sementara kondisi ketidakpastian di pasar masih akan melanda," kata Stevan, Minggu (1/11). Stevan memproyeksikan harga emas masih akan tumbuh selama ketidakpastian masih menghantui. Susanto Chandra, Chief Investment Officer Kisi Asset Management menambahkan kinerja emas unggul karena didukung penggelontoran stimulus dari negara-negara maju. Stimulus membuat jumlah uang beredar terutama di AS meningkat. Ujungnya, investor jadi melihat ada potensi bahwa dollar AS akan melemah. Dolar AS yang dipandang akan melemah membuat nilai dari emas sebagai instrumen
hedging meningkat. "Kami melihat apabila tahun depan stimulus terus diberikan, maka harga emas berpeluang meningkat lebih lanjut," kata Susanto. Sementara, di periode yang sama, aset saham masih menurun karena investor asing lebih memilih negara yang dapat menangani kasus Covid-19 dengan lebih baik. Susanto mengatakan penanganan kasus Covid-19 dapat meningkatkan perekonomian negara tersebut karena masyarakat bisa beraktivitas kembali. Ke depan investor yang ingin masuk ke aset saham perlu mencermati uji coba dan distribusi vaksin. Bila vaksin cepat ditemukan dan dapat didistribusikan di 2021 maka IHSG akan meningkat. Namun, bila distribusi vaksin tertunda dan laju penularan virus meningkat, maka IHSG dapat kembali bergejolak. Stevan mengamati Indonesia tidak dapat menerima kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total dan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap ekonomi. Sedangkan, dalam kondisi PSBB transisi, pemulihan ekonomi juga berlangsung terbatas dan dapat dikatakan belum sesuai harapan pemerintah.
Baca Juga: Saham ANTM dan MDKA Kinclong Terpoles Harga Emas, Begini Saran Analis Tak heran hal tersebut menjadi perhatian investor. Pembatasan-pembatasan yang selama ini masih diterapkan sangat berpengaruh pada kondisi usaha. Kini investor hanya bisa berharap pada stimulus pemerintah. Stevan melihat kondisi saat ini masih akan berlanjut hingga memasuki 2021. Untuk investor yang memiliki tujuan investasi jangka panjang, kondisi pelemahan IHSG saat ini merupakan
reality check terhadap valuasi yang sempat terlihat mahal dalam pertumbuhan terbatas di sekitar 5%. "Valuasi yang terpangkas jadi peluang bagi investor untuk beli dan antisipasi kembali ke level-level pra pandemi hingga dalam jangka menengah," kata Stevan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi