KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan emiten-emiten baja terpantau melemah di kuartal III 2024. Hal ini disebabkan oleh fluktuasi harga dan permintaan baja dunia. Lihat saja, PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS) yang mencatatkan pertambahan rugi bersih ke US$ 185,22 juta per kuartal III 2024. Pendapatan KRAS juga tercatat melemah 47,95% secara tahunan alias
year on year (YoY) ke US$ 657,2 juta atau setara dengan Rp 10,17 triliun per kuartal III 2024. Plt. Direktur Utama Krakatau Steel M. Akbar Djohan mengatakan, pihaknya juga memperoleh capaian
gross profit sebesar 9,78%. Di sisi biaya usaha terjadi penurunan sebesar 14,6% menjadi sebesar US$ 84,99 juta atau setara Rp 1,32 triliun.
Meskipun begitu, dengan masih belum beroperasinya pabrik HSM#1 yang menjadi sumber pendapatan utama perseroan, kinerja operasional masih membukukan rugi operasi sebesar US$ 22,54 juta atau setara Rp 341,38 miliar.
Baca Juga: Surplus Perdagangan China Diperkirakan Capai Rekor Baru Hampir US$1 Triliun Demikian juga dengan kinerja non-operasional KRAS yang masih tertekan dengan beban keuangan sebesar US$ 94,40 juta atau setara Rp 1,46 triliun sebagai dampak dari masih tingginya utang restrukturisasi yang harus ditanggung perseroan. Selain itu, kinerja dari Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama masih memberikan kontribusi rugi sebesar US$ 44,16 juta atau setara Rp 683,35 miliar serta rugi selisih kurs sebesar US$ 22,2 juta atau setara Rp 342,53 miliar. “Sehingga, secara
bottom line sampai dengan kuartal III 2024 ini Krakatau Streel masih membukukan rugi periode berjalan sebesar US$ 186,7 juta atau setara dengan Rp 2,89 triliun,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tanggal 31 Oktober 2024.
Baca Juga: Harga Baja Melemah Sejak Awal Tahun 2024, Begini Tanggapan Spindo (ISSP) Akbar menuturkan, dalam menghadapi tantangan tersebut, KRAS tetap melakukan berbagai inisiatif untuk memperbaiki kinerja. Termasuk, upaya proses pemulihan pabrik HSM#1 tetap berjalan sesuai target untuk memperbaiki kinerja operasional. KRAS juga dari sisi non-operasional tengah mengupayakan restrukturisasi utang lanjutan bisa diselesaikan segera pada kuartal IV tahun 2024. Di sisi lain, perseroan juga akan turut aktif dalam program pembangunan infrastruktur pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Ini dalam rangka mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% dengan industri baja sebagai salah satu akselerator utamanya,” ungkapnya.
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Catat Rugi Bersih US$ 185,22 Juta per Kuartal III 2024 Lalu, laba bersihPT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (
ISSP) menyusut 1,5% YoY menjadi Rp 358,10 miliar per kuartal IV 2024. Sementara, penjualan dan pendapatan jasa ISSP turun ke Rp 4,31 triliun di akhir September 2024. Corporate Secretary & Investor Relations ISSP Johannes Edward mengatakan, penurunan laba disebabkan oleh biaya penerbitan obligasi dan berkurangnya keuntungan selisih kurs. “Saat ini, porsi ekspor juga masih berkisar sekitar 5% dari penjualan secara keseluruhan. Untuk sektor tujuan, saat ini banyak ke sektor telekomunikasi, pertambangan, serta minyak dan gas (migas),” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (11/11). Kemudian, PT Gunung Raja Paksi Tbk (
GGRP) mencatatkan penjualan bersih menurun ke US$ 268,2 juta per kuartal III 2024, dari sebelumnya US$ 355,21 juta pada periode sama tahun lalu. Laba bersih GGRP naik ke US$ 131,12 juta di akhir September 2024, dari sebelumnya US$ 22,06 juta di akhir September 2023.
Baca Juga: Krakatau Steel dan Pertagas Jalin Kerjasama Infrastruktur Pipa BBM Hal itu disebabkan oleh penurunan beban pokok penjualan ke US$ 257,85 juta di kuartal III 2024, dari sebelumnya US$ 336,2 juta di kuartal III tahun lalu. Selain itu, ada tambahan dari pos pendapatan lain-lain sebesar US$ 39,18 juta dan pos pengukuran kembali atas liabilitas imbalan kerja US$ 2,12 juta per akhir September 2024. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama melihat, kinerja emiten baja tertekan di kuartal III 2024 akibat harga dan permintaan produk yang turun drastis. Koreksi harga baja global itu disebabkan oleh faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi China, sehingga menurunkan permintaan untuk produk baja. Penurunan pertumbuhan ekonomi China tercermin dari upaya pemerintah Negeri Tirai bambu itu untuk memberikan stimulus ekonomi. “ISSP dan GGRP yang masih mencatatkan laba bersih karena didukung faktor efisiensi operasional bisnis. Sementara, KRAS rugi karena sedang restrukturisasi utang,” ujarnya kepada Kontan, Senin (11/11).
Baca Juga: Efek Trump dan Inflasi Global Ikut Menentukan Arah BI Rate ke Depan Di kuartal IV 2024, kinerja emiten baja masih akan tertekan. Sebab, para investor cenderung akan berinvestasi ke jenis komoditas yang berpotensi mengalami peningkatan, seperti batubara, minyak bumi, dan gas. Ketiga komoditas itu akan mengalami peningkatan permintaan lantaran sudah memasuki musim dingin. “Belum lagi ada faktor tensi geopolitik yang memengaruhi peningkatan permintaan untuk ketiga komoditas itu, ditambah juga dengan peningkatan permintaan emas,” paparnya. Untuk tahun 2025, permintaan baja bisa meningkat jika pemulihan ekonomi global terjadi. Dari domestik, permintaan untuk baja ke depannya juga masih tak menentu lantaran ada produk baja impor yang membuat pasar mengalami
oversupply. “Untungnya, ada wacana kebijakan antidumping yang tengah digodok dan ini bisa memberikan sentimen bagus bagi para emiten baja,” ungkapnya. Nafan merekomendasikan
hold untuk KRAS dengan target harga Rp 129 per saham.
Baca Juga: Tujuh BUMN Perlu Perawatan Khusus Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, kinerja emiten baja yang mengalami tekanan di kuartal III salah satunya dipengaruhi oleh turunnya volume permintaan global. “Hal ini juga terkait dengan penurunan harga baja global,” ujarnya kepada Kontan, Senin (11/11). Meskipun begitu, pergerakan harga baja global yang mulai pulih di akhir kuartal III 2024 menjadi salah satu indikasi positif bagi sektor baja nasional ke depan. “Ini merupakan pertanda kenaikan permintaan produk baja yang bisa berdampak positif bagi kinerja para emiten di akhir tahun 2024,” paparnya.
Baca Juga: Pabrik Pipa Seamless Terbesar ASEAN Dibangun di RI, Penyerapan 80% untuk Sektor Migas Di sisi lain, rencana perpanjangan kebijakan pemerintah mengenai Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap baja impor akan meningkatnya permintaan baja domestik. Selain itu, pembangunan infrastruktur lainnya dari pemerintah maupun swasta, termasuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara bisa memberikan sentimen positif ke kinerja emiten baja. “Pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, hingga sektor energi, diperkirakan juga bisa menjadi salah satu pendorong sektor ini di periode mendatang,” tuturnya.
Melansir RTI, kinerja saham ISSP turun 3,95% dalam sebulan dan tak bergerak secara ytd di level Rp 292 per saham. Kinerja saham GGRP longsor 47,44% dalam sebulan dan jatuh 31,76% ytd. Sementara, kinerja saham KRAS turun 20,95% dalam sebulan dan merosot 17,61% ytd. “Secara kinerja sejalan dengan volume penjualan baja yang masih turun dan kinerja operasional tertekan,” ungkapnya. Miftahul merekomendasikan
short trading buy untuk ISSP dengan target harga Rp 304 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati