KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten perbankan khususnya big bank masih menjadi penyokong utama pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tak ayal, kinerja saham bank-bank di KBMI 4 tersebut sangat berpengaruh pada menguat atau melemahnya IHSG. Jika melihat kinerja perbankan secara umum pada semester I-2024, tidak dapat dipungkiri jika kinerja tertekan oleh berbagai faktor, salah satunya beban bunga yang membengkak, hingga pencadangan yang tinggi, alhasil rata-rata bank hanya mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang mini, bahkan di deretan bank menengah/KBMI 3 banyak yang laba bersihnya merosot di paruh pertama tahun ini. Jika melihat laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), margin bunga bersih (NIM) perbankan secara industri telah turun secara tahunan dari 4,80% menjadi 4,57% per Juni 2024. Sementara itu Kemampuan bank dalam memanfaatkan seluruh asetnya untuk menghasilkan profit, dilihat dari Return on Asset (ROA) juga turun dari 2,73% menjadi 2,66% per Juni 2024.
Baca Juga: MNC Kapital dan Bank BJB Kerjasama dalam Layanan Keuangan Digital dan Jasa Perbankan Dari sisi bisnis kredit perbankan tumbuh tinggi di semester I-2024, dari 7,76% per Juni 2023 menjadi 12,36% per Juni 2024. Sementara itu pendanaan (DPK) juga tumbuh dari 5,79% menjadi 8,45% per Juni 2024. Adapun jika melihat kinerja bank di KBMI 4, secara agregat laba bersih dari 3 bank besar yakni BBCA, BBRI, dan BMRI tercatat sebesar Rp 83,1 triliun di semester I-2024, atau tumbuh 5% secara tahunan (yoy). Dalam rinciannya, BBCA menjadi bank pencetak pertumbuhan laba bersih tertinggi, yakni 11% yoy. Diikuti oleh BMRI dengan laba bersih tumbuh sekitar 5% dan BBRI tumbuh sekitar 1% pada semester I-2024. Secara kredit, BMRI mencatat pertumbuhan tertinggi di kisaran 20% yoy. Sejalan dengan itu Bank ini juga merevisi naik target pertumbuhan kreditnya menjadi 16-18% yoy hingga akhir tahunn 2024, dari sebelumnya ditargetkan di kisaran 13%-15% yoy. Adapun dibandingkan pertumbuhan kredit BBCA dan BBRI yang tumbuh sekitar 16% yoy dan 11% yoy. Direktur Keuangan Bank Mandiri Sigit Prastowo mengungkapkan dalam melakukan ekspansi kredit, pihaknya akan terus mendorong pertumbuhan kredit di segmen retail. Harapannya, portofolio mix Bank Mandiri dapat menghasilkan pendapatan bunga yang dapat mengimbangi tren kenaikan biaya dana di tengah kondisi tingginya suku bunga acuan. “Kami juga akan tetap berupaya menjaga tingkat biaya dana di level optimal untuk menjaga kestabilan tingkat suku bunga kredit dan profitabilitas,” ujarnya. Sementara itu BCA juga akan mendorong pertumbuhan kredit diikuti kualitas NPL yang membaik. “Biaya pencadangan juga kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” kata Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA. Di sisi lain, berdasarkan kapitalisasi pasarnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih memegang posisi top emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, mencapai Rp 1.233 triliun, atau 10,07% dari total kapitalisasi pasar seluruh emiten yang sebesar Rp 12.240 triliun. Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masing-masing memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 693 triliun dan Rp 626 triliun, atau setara dengan 5,66% dan 5,11% dari total kapitalisasi pasar di BEI. Adapun jika melihat pengaruh sektor perbankan kepada pergerakan IHSG pada Rabu (7/8), dimana top leaders yang menjadi penyokong utama kenaikan IHSG, di antaranya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan kontribusinya sebesar 13,29 poin pada penguatan IHSG, selanjutnya ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berkontribusi 6,50 poin, serta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berkontribusi 2,87 poin.
Baca Juga: Porsi Kredit Perbankan di Sektor UMKM Kompak Menyusut Adapun jika dilihat dari pengaruhnya secara
year to date (YTD), saham BMRI telah berkontribusi sebesar 63,39 poin pada penguatan IHSG. Saham BBCA berkontribusi sebesar 48,70 poin, dan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) berkontribusi sebesar 8,71 poin pada penguatan IHSG. Di sisi lain, pergerakan saham
big bank yang
bearish (melemah) juga mempengaruhi IHSG. Adapun per Rabu (7/8) saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berkontribusi sebesar 0,89 poin menjadi pemberat pergerakan IHSG. Sementara secara YTD, ada saham BBRI dan BBNI yang menjadi pemberat IHSG dengan masing-masing kontribusi sebesar 115,90 poin dan 14,23 poin. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, M. Nafan Aji Gusta mengatakan sebagai penyokong Utama pergerakan IHSG, emiten bank juga sangat berpengaruh pada menguat atau melemahnya IHSG. Dia juga menilai dengan adanya berbagai factor yang menekan kinerja perbankan seperti tren suku bunga tinggi, hingga mahalnya cost of fund, juga mempengaruhi pada sentiment pasar. “Sebenarnya sebelumnya sudah ter-price in ketika sebelumnya IHSG mengalami penurunan antara periode Mei hingga Juni 2024, namun apakah bisa mempengaruhi IHSG naik atau turun itu tetap tergantung kepada prinsip demand and supply,” kata dia kepada Kontan. Lebih lanjut, secara branchmark Nafan menilai emiten perbankan masih bagus potensinya, sehingga akan menjadi leading sector. “Melihat potensi BI untuk menurunkan suku bunga acuan, ini tentu akan membuat katalis positif meningkatkan likuiditas di perbankan, sehingga bank bisa meningkatkan kredit, bisa juga mitigasi risiko, tentunya bisa membuat bank lebih agresif dan fokus pada tujuannya,” ungkap dia. Di sisi lain, secara teknikal Nafan mengatakan pergerakan harga saham emiten perbankan secara primary tren, lebih cenderung bullish. “Primary bullish ya bagus untuk investor,” ungkap Nafan
Adapun Nafan merekomendasikan saham BBCA, BBRI, BMRI, BBNI dengan masing-masing target harga Rp 10.650, Rp 5.050, Rp 6.750, dan Rp 5.150. Sementara itu Head of Investment PT Reswara Gina Investa Kiswoyo Adi Joe mengatakan, emiten perbankan masih menjadi penyokong Utama IHSG, meski begitu dia menilai tekanan yang dialami oleh perbankan saat ini tidak terlalu berpengaruh pada minat investor dalam berinvestasi di emiten saham bank yang lebih memberikan keuntungan yang konsisten melalui pembagian dividen tiap tahun. “NIM perbankan di Indonesia itu yang tertinggi di dunia, permodalan dari sisi CAR juga tebal, sehingga saat tren saham bank sedang bearish, maka itu saatnya investor menyerok saham bank-bank KBMI 4 ini terutama,” ungkap Kiswoyo Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi