Kinerja emiten batubara disetir empat faktor



JAKARTA. Kenaikan harga batubara menyalakan kinerja emiten berbasis komoditas. Batubara sempat mencatatkan harga tertinggi sejak Agustus 2014. Dalam perdagangan di ICE Future Europe, Selasa (11/7), harga batubara pengiriman Oktober 2017 ditutup pada level US$ 80,95 per metrik ton. Hal ini, menjadi angin segar bagi emiten yang memproduksi batubara.

Edwin Sebayang Kepala Riset MNC Sekuritas menyatakan, ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja emiten berbasis batubara.

Pertama, setiap emiten berbasis komoditas batubara memiliki strategi pemasaran yang berbeda-beda. Diantara yang paling nampak yakni terkait dengan strategi pricing (harga). Ada emiten yang menggunakan indeks pasar sebagai indikator harga, namun ada pula emiten yang menggunakan kontrak sejak awal tahun, maupun penentuan harga melalui kombinasi.


Dia mencontohkan, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sebagian besar sudah melalui kontrak sejak awal tahun dan melakukan setting harga. Hal tersebut, tidak akan mempengaruhi harga batubara yang sudah disepakati, meskipun di pasar harga batubara naik maupun turun.

"Mereka tidak terdampak. Nah, nanti baru terdampak lagi saat awal kontrak tahun depannya lagi," terang Edwin di Bursa Efek Indonesia, Kamis (13/7).

Selain itu, ada pula PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang juga sebagian besar harga batubaranya ditentukan berdasarkan kontrak. Selebihnya, masih menerapkan harga batubara berdasar indeks pasar. Dia mengatakan, penentuan harga untuk kontrak tersebut, selalu lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk itu, tak heran bila kinerja emiten akan bagus untuk tahun berikutnya.

Selain sentimen harga, faktor kedua yakni beberapa kinerja emiten dari kenaikan jumlah produksi batubara. Bila dikombinasikan antara jumlah produksi batubara dan adanya kenaikan harga, maka otomatis pendapatan emiten juga akan naik. "Di lain pihak, mereka melakukan efisiensi. Diantaranya seperti untuk distribusi. Selain itu, harga minyak bumi yang turun juga positif untuk mereka," papar Edwin.

Edwin bilang, ada emiten yang mengandalkan bisnisnya dari jual beli batubara seperti PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Selain itu, ada pula emiten yang melakukan diversifikasi bisnis lain, seperti pembangkit listrik. Langkah diversifikasi tersebut menjadi alternatif pendapatan emiten seperti PTBA dan ADRO.

Faktor ketiga, perlunya mencermati rasio utang emiten tersebut, dan faktor keempat, yakni emiten tersebut mampu membagikan dividen payout ratio yang tinggi, seperti HRUM maupun ITMG.

Meskipun memiliki kelebihan masing-masing, emiten tersebut tetap menarik. PTBA dan ADRO akan menarik dari masa depan bisnisnya karena adanya diversifikasi bisnis membuat emiten memiliki alternatif pendapatan.

Sementara, bila dilihat dari dividen payout ratio, ITMG terbilang menarik. Sebagai catatan, tahun 2016, ITMG membagikan dividen final sebesar US$ 130,5 juta atau setara dengan 99,84% dari laba bersih 2016. "Jadi tetap ada plus minusnya," kata Edwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini