Kinerja Emiten BUMN Karya Masih Terpuruk, Begini Proyeksi Kinerjanya di Tahun 2024



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kinerja emiten BUMN Karya di kuartal III 2023 masih bervariasi. Melansir keterbukaan informasi BEI, Selasa (5/12), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatat rugi bersih Rp 5,84 triliun hingga kuartal III-2023. Di periode yang sama tahun lalu, rugi bersih WIKA hanya Rp 27,9 miliar. 

Padahal di saat yang sama, pendapatan neto WIKA naik 17,9% menjadi Rp 15,07 triliun hingga kuartal III-2023. Mengingat di periode Januari-September 2022, pendapatan neto WIKA capai Rp 12,79 triliun.

PT Waskita Karya Tbk (WSKT) membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp 2,83 triliun per kuartal III 2023. Angka itu berbalik dari laba yang diraih pada kuartal III 2022 sebesar Rp 425,29 juta. 


Sepanjang periode Januari-September 2023, Waskita tercatat meraih pendapatan sebesar Rp 7,81 triliun, turun 24,14% YoY dari Rp10,3 triliun.

Di sisi lain, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 23,53 miliar per kuartal III 2023, tumbuh 11,94% secara tahunan. Lalu, pendapatan ADHI tumbuh 25,36% secara menjadi Rp 11,44 triliun.

PT PP Tbk (PTPP) mencetak laba bersih sebesar Rp 239,72 miliar per kuartal III 2023, naik 70% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yakni Rp141,02 miliar. Sayangnya, pendapatan perusahaan PTPP turun 9,18% ke Rp 12,22 triliun.

Baca Juga: WIKA dan PTPP Diisukan Merger, Begini Respons WTON

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat, kinerja BUMN Karya masih buruk karena sentimen dari masalah hukum, korupsi, dan mismanajemen.

Proyek IKN akan tetap berjalan, tetapi dampak positifnya tidak akan terlihat dalam jangka satu tahun ke depan.

“Ruginya memang ada yang turun, tapi tetap rugi,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (5/12).

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, proyek besar pemerintah yang diberikan ke para emiten BUMN Karya, seperti IKN, sebenarnya bisa berpotensi membalikkan kinerja mereka menjadi lebih baik.

“Itu memang privilege mereka sebagai pelaksana banyak proyek pemerintah,” tuturnya kepada Kontan, Selasa (5/12).

Namun, selama para emiten BUMN Karya masih menjadi business owner untuk banyak proyek pemerintah dan tidak fokus hanya sebagai provider jasa untuk pembangunan dan konstruksi, kinerja mereka tidak akan banyak berubah. 

Belum lagi banyak terjadi cost overrun dan terbatasnya likuiditas, padahal proyek yang ditugaskan pemerintah tidak berkurang banyaknya

“Jika tidak dilakukan divestasi ownership mereka, likuiditas masih akan menjadi isu utama. Masih perlu waktu untuk kinerjanya bisa membaik,” ujarnya.

Baca Juga: Hingga Oktober 2023, WEGE Raih Kontrak Baru Rp 3,3 Triliun

Di sisi lain, bank Himbara berpotensi akan menjadi korban dalam kondisi BUMN Karya saat ini. Sebab, akan ada tambahan biaya non performing loan (NPL) yang membengkak.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan bahwa utang BUMN Karya kepada himpunan bank milik negara (Himbara) tembus Rp 46,21 triliun.

“Tetapi akan ada restrukturisasi dari BUMN Karya agar tidak menjadi beban di satu periode laporan keuangan, sehingga sangat mungkin tidak akan berdampak signifikan (ke bank Himbara),” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi